Sehari Seminggu

 Sehari Seminggu
Dahlan Iskan.

jpnn.com - Banyak yang menyarankan, saya harus istirahat menulis sehari dalam seminggu. Untuk edisi Minggu, katanya, bisa dibuat agak berbeda: misalnya khusus untuk menjawab komentar-komentar pembaca.

Itu ide yang sangat baik. Biar ada komunikasi dua arah.

Tapi… lho… katanya perlu istirahat sehari? Menjawab pertanyaan itu kan menulis juga?

Hahaha… gak masalah. Banyak di antara kita yang dilahirkan untuk bekerja tujuh hari seminggu.

Itu baik juga. Daripada menerima usul Machr (ampuuuuun) agar saya menulis sehari dua kali.

Untuk edisi hari Minggu pertama hari ini baiklah, dua komentar dulu;

djoko heru setiyawan
Pak dahlan, ini hanya ungkapan penasaran baru sekali ke Tiongkok.
Maret 2011. Saat mampir ke rumah makan ketemu perempuan2 cantik bersepatu laras panjang. Mereka sopir trailer. Masak sih, perempuan cantik jadi sopir trailer?
Ternyata para sopir bawaannya sama; termos air panas. Mengapa?
Malam di pinggir sungai Shanghai, tempatnya siluman ular putih itu, dihibur lampu-lampu dari pencakar langit. Apa tidak boros listrik? “Tiongkok pakai listrik tenaga nuklir,” kata tour guide.
Mungkinkah Indonesia akan pakai listrik nuklir?
Cerita tour guide kami Tiongkok sekarang kurang care dengan penduduk miskin. Pembangunan maju, tapi harga hunian kian mahal.
Satu lagi; benarkah cewek2 Tiongkok sekarang matrek? Masih kata si tour guide itu, mereka pilih2 cowok.

Setahu saya kesetaraan pria wanita lebih tinggi di sana. Wanita jadi sopir trailer biasa.

Setiap kali makan malam dengan tamu dari Tiongkok mereka selalu bilang: kok kota di Indonesia redup sekali ya. Jalan-jalannya gelap.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News