Seharusnya UU KPK Diterima Setelah Disahkan Secara Konstitusi

Seharusnya UU KPK Diterima Setelah Disahkan Secara Konstitusi
Massa Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/9). Foto : Fathan Sinaga/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Desakan untuk tiga pimpinan KPK mundur dan pembubaran WP KPK masih terus disuarakan sejumlah kalangan. Kali ini dari  Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia.

Kaornas HAM Indonesia Asep Irama mengatakan sejak awal, dari aspek kelembagaan KPK bergerak menjadikan dirinya sebagai lembaga superbody yang tidak siap dan tidak bersedia dikritik dan diawasi. 

KPK melalui Wadah Pegawai KPK terus mencari dukungan simpatik dari gerilya demi menolak UU KPK yang baru disahkan DPR 17 September 2019 kemarin.

"KPK dengan jemawa seolah menjadi lembaga superbody yang digawangi kelompok pendukung, hingga terus melakukan perlawanan terhadap ketetapan konstitusi. Supremasi hukum seolah menjadi hal tabu di mata KPK. Simpati dan penggalanagan dukungan terus menerus dengan kentara ditampilkan dan difasilitasi Wadah Pegawai di lembaga antirasuah," tutur Asep lewat keterangan pers pada media.

Dia mengatakan KPK mulai bergeser dari lembaga penegakan hukum menjadi lembaga dengan segudang politic of interest tertentu.

Meski sudah disahkan oleh DPR, KPK terus saja mengakomodir kelompok penentang UU Baru KPK demi meluapkan hasrat sakit hati mereka.

Menurutnya, inkonsistensi KPK dalam mempertahankan marwah lembaganya terlihat melalui polarisasi dan perlaukan berbeda terhadap massa protes.

Kelompok masyarakat yang mendukung UU KPK baru sering mendapatkan tindakan intimidasi, diskriminasi dan provokasi dari oknum KPK.

Semua pihak diminta mendukung UU KPK baru sebagai langkah penyelamatan dari upaya pembusukan,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News