Sekolah-Poliklinik Lengkap, Guru dan Dokter Belum Datang
Kamis, 30 Oktober 2008 – 12:12 WIB
Jawa Pos yang kebetulan sehari sebelumnya mengunjungi Pulau Weh melihat bukit putih yang longsor dekat Pelabuhan Balohan. ”Kalau malam, pemandangannya lebih indah dengan kerlap-kerlip lampu,” tambah Ishak.
Meski sudah dilengkapi berbagai fasilitas penunjang seperti gedung TK, SD, poliklinik, pasar mini, dan tempat pertemuan, hingga kini belum semua fasilitas difungsikan Pemkab Aceh Besar. ”Padahal, warga sangat membutuhkan layanan itu. Kami sudah minta ke bupati sampai gubernur. Tapi, belum ditanggapi,” kata Abdullah, warga yang lain.
Tidak ada alasan pasti mengapa dinas pendidikan kabupaten belum juga membuka SD di perumahan itu. Padahal, semua fasilitas sudah lengkap. ’’Pemkab tinggal mengirim gurunya saja,’’ ujarnya.
Fasilitas lain yang juga belum dibuka adalah poliklinik. Kalau fasilitas kesehatan itu sudah difungsikan, warga tidak perlu bersusah payah ke kota untuk berobat. Sebab, selain biayanya mahal, kendaraan umum pun susah. Apalagi, malam hari. ’’Padahal, tidak semua warga punya mobil atau kendaraan,’’ kata Abdullah.
Sekolah yang sudah difungsikan saat ini hanya TK. Padahal, banyak penghuni perumahan yang anaknya duduk di bangku SD. ”Kalau di sini ada sekolah, kan tidak perlu anak kami sekolah jauh-jauh. Cukup di sini saja,” ujar Ishak.
Mungkin anak usia SD masih sedikit? Menurut Ishak, anggapan itu tidak benar. Sebab, saat ini banyak yang memanfaatkan antarjemput untuk menyekolahkan anaknya ke SD di kota. ’’Makanya, kami berharap gedung SD segera difungsikan, biar kami tidak perlu bayar antarjemput anak-anak ke kota,’’ harapnya.
Warga perumahan kampung Persahabatan Indonesia-Tiongkok hingga saat ini belum punya sarana transportasi umum yang melayani rute ke kompleks. Hal itu masih ditambah jalannya yang naik turun. ”Kami harus mengantar jemput anak ke sekolah saban hari karena tidak ada kendaraan umum. Kalau jalan, kasihan (anak-anak). Bisa ngos-ngosan,” tambahnya.
Kesulitan lain yang dihadapi warga soal kebutuhan sehari-hari. Misalnya, untuk belanja sembako warga harus turun ke kota. Sebab, sekitar lokasi perumahan jarang ada warung. Kalaupun ada, jenisnya kurang lengkap. ”Kebiasaan warga, kalau ke kota atau pulang kerja, sekalian belanja sembako. Kalau bolak-balik ongkosnya mahal,” ujar Dewina, penghuni yang lain.
Pemilihan lokasi Kampung Persahabatan Indonesia-Tiongkok bagi para korban tsunami di bukit Desa Neuheun, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar, sungguh
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor