Seminggu yang Lama dalam Politik

TAHUN 2013 telah dibuka dengan keriuhan dan kemeriahan pesta jalanan yang terbilang cukup sukses di sepanjang arteri utama Jakarta, Jalan Sudirman, di bawah pengawasan Gubernur yang egaliter dan sederhana, Joko Widodo. Belum pernah terjadi sebelumnya dalam skala dan ambisi, perayaan Tahun Baru di Jakarta mampu menyedot 200.000 penikmat pesta yang merayakan malam pergantian tahun baru. Dalam banyak hal, perayaan di Jakarta ini tidak jauh berbeda dengan hingar-bingar penikmat pesta di Piccadilly Circus London atau Times Square di New York, ini menjadi bukti jika masih ada yang meragukan bahwa Indonesia lambat laun bersikap semakin normal.

Pada hal yang sama, tahun baru 2013 juga menandakan bahwa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang mendekati fase penghujung. Namun, tidak ada penyangkalan bahwa ia telah menjalankan kepemimpinannya dengan sangat bermartabat, jika dilihat pemilihan tahun 2004 silam seorang mantan jendral dengan penuh kehati-hatian telah melakukan pencapaian keberhasilan yang luar biasa. Pembawaaannya yang tenang dan sikap rasional yang melekat dalam dirinya, Presiden Susilo telah membawa Indonesia kembali dari ambang kekacauan dan rintangan (tentu saja pesta rakyat di jalanan pusat kota Jakarta merupakan bukti kecil keberhasilannya juga).

Akan tetapi, karakter plegmatis dan terkadang melankonis mencegahnya untuk bisa membentangkan sayap keberhasilan-keberhasilan lain. Karena banyak tantangan yang muncul dalam periodenya – baik ekonomi dan politik- masih belum terselesaikan. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa Presiden telah menstabilkan Indonesia ketika berada di kondisi genting dan kritis.

Meski demikian, usaha untuk mengubah keadaan bangsanya hanya tinggal menghitung waktu menuju pemilihan legislatif dan presiden di tahun 2014 nanti dengan tingkat antisipasi dan harapan yang besar dari masyarakat. Ini mengingat bahwa kesempatan melakukan terobosan dramatis pada sektor subisidi BBM, infrastruktur dan pembebasan lahan telah melayang pergi.