Senator Cantik Bilang Tak Etis Paksa Pimpinan Sidang

Senator Cantik Bilang Tak Etis Paksa Pimpinan Sidang
Senator atau Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Denty Eka Widi Pratiwi. FOTO: DOK.PRI

jpnn.com - JAKARTA – Senator atau Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Denty Eka Widi Pratiwi menyatakan kisruh Sidang Paripurna DPD, Kamis 17 Maret 2016, dipicu oleh upaya paksa terhadap pimpinan sidang untuk menandatangani sesuatu yang diyakini melanggar UU dan tidak ada dalam agenda. Karena itu, Denty sangat menyayangkan hal itu terjadi karena melanggar etika dan mekanisme persidangan. Terlebih lagi, kata dia, dilakukan seorang politikus senior yang dihormati.

“Kejadian itu telah mencoreng nama baik DPD RI karena media melihat peristiwa itu sebagai persoalan masa jabatan pimpinan DPD. Padahal, sejatinya itu masalah etika dan upaya penegakan hukum serta proses demokrasi dan dinamika politik yang berkembang di internal DPD RI," kata Denty dalam rilisnya pada wartawan di Gedung DPD RI Jakarta, Senin (21/3).

Dia menjelaskan, DPD diisi oleh 132 orang senator sebagai anggotanya, di mana pimpinan semua alat kelengkapan termasuk di dalamnya, adalah entitas yang independen. Tiap anggota punya hak dan kedudukan yang sama.

Ibarat fraksi, ada 132 fraksi jadinya. Semua orang boleh bicara mewakili dirinya sendiri di dalam sidang puripurna, namun tentu ada batas juga.

“Ada etika, ada mekanisme, ada kesepakatan terhadap keteraturan persidangan yang harus dihormati. Ada agenda yang dibuat bersama sebelum sidang yang harus dipatuhi. Inilah yang dilanggar," ujarnya.

Menurut Denty, ada aspirasi agar masa kepemimpinan DPD RI dipersingkat menjadi 2,5 tahun dari yang normal 5 tahun. Ini aspirasi yang patut dihargai karena bagian dari demokrasi dan dinamika politik. Harus dibahas dengan baik, disepakati bersama. Apalagi tujuannya untuk meningkatkan kinerja. Tapi, tentu tak boleh dipaksakan oleh siapa pun," sarannya.

Sebab, lanjutnya, pertama, masa jabatan pimpinan itu bukan satu-satunya masalah yang direkomendasikan Pansus Tatib. Ada banyak hal lain yang lebih penting. Kedua, perlu dikaji baik-baik dan mendalam karena itu hal baru.

“Ketiga, itu bukan hal mendesak di tengah persoalan bangsa dan negara yang memerlukan perhatian DPD RI segera, terutama yang berhubungan dengan kepentingan daerah," jelasnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News