Sepertinya Pak SBY Memang Tak Mau Demokrat dukung Jokowi

Sepertinya Pak SBY Memang Tak Mau Demokrat dukung Jokowi
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: dok/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hendrawan Supratikno merespons pernyataan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengungkap banyak kendala untuk bergabung dengan koalisi pengusung Joko Widodo (Jokowi) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Menurut Hendrawan, seharusnya SBY membeber kendala-kendala itu, apakah dari internal atau eksternal PD. “Menurut penilaian kami lebih banyak kendala internal Demokrat sendiri,” kata Hendrawan di gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/7).

Hendrawan menjelaskan, pemilihan legislatif (pileg) dan pilpres tahun depan yang digelar serentak berkonsekuensi pada psikologi politik. Menurutnya, partai yang tidak mengusung bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) akan dirugikan karena seperti tidak punya jualan untuk pemilih.

“Kalau dulu lain, hancur-hancuran tarung di pileg baru kursi yang diperoleh menentukan siapa capres yang diusung. Kalau ini (2019) tidak, (pileg dan pilpres) bersamaan,” jelasnya.

Menurut dia, kampanye Pemilu 2019 juga dilakukan bersamaan. Selain mengampanyekan partai politik dan calon anggota legislatornya, juga calon presiden dan calon wakil presidennya.

Itulah sebabnya ada psikologi politik pada Pileg dan Pilpres 2019 nanti. “Kalau partai politik yang sudah ukurannya menengah, seperti Partai Demokrat, Gerindra, kalau tidak mengusung  calon itu oleh mereka dipersepsikan merugikan perolehan kursi legislatif,” paparnya.

Hendrawan menilai partai menengah seperti Demokrat cenderung berekspektasi berlebihan. Sebab ketika maju ke meja negosiasi permintaannya terlalu tinggi.

“Contohnya Demokrat, mesti memasang AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) ke Gerindra,” ungkap Hendrawan.

Politikus PDIP Hendrawan Supratikno menilai Partai Demokrat sebagai parpol papan tengah punya harapan terlalu tinggi sehingga menghambat proses negosiasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News