Hikayat Achmad Sjaichu (3)

Siapa Pimpinan DPR Waktu Presiden Soekarno Dilengserkan?

Siapa Pimpinan DPR Waktu Presiden Soekarno Dilengserkan?
Potret Achmad Sjaichu dan Soeharto ini termuat dalam buku Kembali ke Pesantren. Foto: Repro Wenri Wanhar/JPNN

Masa-masa 1966 hingga 1967, memang masa yang genting bagi proses berdirinya Orde Baru.

"Setelah PKI hancur, babak berikutnya dari perjuangan menegakkan Orde Baru adalah menumbangkan Presiden Soekarno dari singgasana kekuasaannya," begitu tertulis dalam buku biografi Achmad Sjaichu, Ketua DPR zaman itu.

Disebutkan, Presiden Soekarno merupakan tokoh kuat yang belum pernah ada tandingannya di Indonesia. Soekarno, ketika itu, adalah seperti personifikasi dari kehendak rakyat Indonesia dan sekaligus politik rakyat Indonesia.

"Saat Orde Baru ini akan ditegakkan, kekuatan politik Soekarno masih cukup menonjol. Karena itu, proses politik--atau sebutlah "rekayasa politik"--untuk menumbangkan Orde Lama (kekuasaan Soekarno), tidak sederhana…"

Peran Achmad Sjaichu yang saat itu menduduki jabatan Ketua DPRGR sangat strategis. Penting dan menentukan.

Sidang Paripurna DPRGR, 9 Februari 1967, yang dipimpin Achmad Sjaichu menerima dan mendukung sepenuhnya Memorandum H Nuddin Lubis dan Resolusi H Djamaluddin Malik.

Memorandum Nuddin Lubis (Fraksi NU) sepanjang 10 halaman folio. Berisi 7 pasal pokok. Pada prinsipnya mengemukakan indikasi-indikasi keterlibatan Soekarno dalam peristiwa G30S.

Memorandum itu segera disusul Rosolusi H. Djamaluddin Malik (ayah artis Camelia Malik), juga dari Fraksi NU bersama kawan-kawannya. Intinya, memperkuat Resolusi Nuddin Lubis dengan meminta agar segera diadakan Sidang Istimewa MPRS.

ACHMAD Sjaichu, dari Nahdlatul Ulama (NU). Satu di antara arsitek Orde Baru ini belakangan hari merasa digocek Soeharto. Yah, namanya juga politik…

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News