Skema Kontrak Migas dengan Bagi Hasil Kotor Dinilai tak Terlalu Mendapat Perhatian Investor

Skema Kontrak Migas dengan Bagi Hasil Kotor Dinilai tak Terlalu Mendapat Perhatian Investor
Ilustrasi Industri Migas

Dalam laporan tersebut, 10 negara dengan atmosfer investasi migas terburuk yaitu Venezuela, Yaman, Tasmania, Victoria, Libya, Irak, Ekuador, New South Wales, Bolivia dan Indonesia.

Tak hanya itu, produksi migas Indonesia juga terus menurun dari tahun ke tahun. Produksi minyak siap jual (lifting) migas pada 2018 hanya mencapai 98 persen dari target 2 juta barel setara minyak per hari. 

Kegiatan eksplorasi migas sejak 2014 juga melambat. Tahun lalu, pemboran sumur hanya 21 sumur dari target 105 sumur dan turun dari aktivitas pemboran tahun sebelumnya yang mencapai 54 sumur.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) yang juga Ahli Perminyakan Andang Bachtiar meminta pemerintah tidak menyamaratakan seluruh blok migas menggunakan skema kontrak bagi hasil gross split. 

Seharusnya ada kriteria kontrak migas yang menggunakan skema cost recovery maupun yang menggunakan skema gross split. 

“Untuk kontrak-kontrak baru yang dibuat pemerintah sebaiknya diberikan alternatif kalau gross spolit seperti apa, kalau cost recovery seperti apa supaya fair sehingga investor bisa memilih. Ini karena hasilnya gross split dalam tiga tahun terakhir masih belum diketahui apakah lebih banyak produksinya atau tidak,” tegasnya.

Dia mengatakan yang banyak menggunakan skema gross split adalah blok-blok produksi yang sudah habis masa kontraknya. Dari analisis teknik dan bisnis ada kontrak migas yang bagus menggunakan gross split kaitannya dengan efisiensi. 

Lebih lanjut menurut Andang, blok eksplorasi dan blok produksi berbeda dan dari pengamatannya investor blok eksplorasi lebih banyak menyukai kalau skemanya cost recovery.

Seharusnya ada kriteria kontrak migas yang menggunakan skema cost recovery maupun yang menggunakan skema gross split.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News