Slamet Suradio, Masinis KA dalam Tragedi Bintaro 1987, Hidupnya Kini (2-Habis)
Saat Jalani Hukuman, Istri Direbut Teman Sendiri
Rabu, 06 Oktober 2010 – 07:07 WIB
Slamet yang mengenakan baju biru lusuh dan topi biru berjalan di trotoar dengan tertatih-tatih. Di pundaknya tergantung tas berisi beberapa bungkus rokok yang dijual keliling. Dia kaget ketika disapa dengan nama "Slamet Bintaro".
Namun, setelah diajak makan di sebuah warung, dengan antusias Slamet menceritakan tragedi kecelakaan kereta yang terjadi pada Senin Pon, 19 Oktober 1987, pukul 07.30 tersebut. Tabrakan frontal dua KA itu dianggap sebagai kecelakaan terburuk dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Selain menewaskan 156 orang, tabrakan tersebut melukai sekitar 300 penumpang lainnya.
Dalam kasus itu, Slamet akhirnya dihukum lima tahun penjara. Begitu bebas dari Lapas Cipinang pada 1993, Slamet masih boleh ngantor, meski hanya disuruh apel pagi. Namun, pada 1994, dia diberhentikan dengan tidak hormat. Secara otomatis dia tidak mendapatkan uang pensiun. Padahal, Slamet mulai mengabdi di PJKA (kini PT KA, Red) sejak 1964 dan mulai 1971 menjadi masinis.
"Pengabdian saya selama puluhan tahun seperti tidak berarti," ujar suami Tuginem, 45, itu dengan nada kelu. Tuginem merupakan istri kedua Slamet. Istri pertamanya, Kasmi, kawin lagi dengan masinis kawan Slamet ketika laki-laki berkulit hitam legam itu menjalani hukuman di Lapas Cipinang.
Slamet Suradio, 71, masinis yang terlibat dalam tabrakan maut KA di Bintaro pada 1987, seperti hilang ditelan bumi. Namanya baru diungkit lagi menyusul
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor