Soal Pembatasan Pembelian Pertalite, YLKI: Buntutnya Runyam!
"Masyarakat yg benar-benar miskin, berdasar data Kemensos, tidak bisa menikmati subsidi BBM, karena tidak memunyai kendaraan bermotor pribadi," ucapnya.
Secara teknis, lanjut dia, kebijakan ini jika diterapkan sangat sulit diawasi dan menyulitkan petugas SPBU.
"Bisa menimbulkan chaos pelayanan di SPBU, apalagi SPBU di kota kota besar, atau di jalan utama, seperti jalan nasional, bahkan jalan provinsi," beber Tulus.
Tulus pun heran dengan kebijakan ini, karena di seluruh dunia harga bbm adalah tunggal, tidak ada dual price, apalagi triple price.
"Jika ini diterapkan pasti buntutnya runyam!" tegasnya.
Dia pun menyarankan pemerintah jangan membuat kebijakan yang berpotensi menimbulkan masalah baru. Jangan ingin mengatasi masalah, tetapi berpotensi menciptakan komplikasi masalah.
"Jika ingin menyubsidi BBM, maka seharusnya melalui subsidi tertutup, subsidi pada orangnya, bukan subsidi pada barang. Subsidi pada barang, terbukti banyak penyimpangannya dan tidak tepat sasaran. Namun demikian, data subsidi Kemensos perlu di-upgrade, agar lebih adil dan komprehensif," tutur Tulus.
Terakhir, tegas Tulus, jika harga minyak mentah dunia terus melambung, maka pemerintah seharusnya berani mengambil kebijakan yang terukur dan rasional.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai rencana pemerintah membatasi pembelian BBM jenis Pertalite menimbulkan kerancuan pada tataran operasional
- Polisi Amankan Sopir & Kernet Pembawa 11 Ton BBM Ilegal
- Jelang WWF 2024, Pertamina Patra Niaga Memastikan Pasokan Energi di Bali Aman
- Pertamina Pastikan Ketersediaan Pasokan BBM di Wilayah Terdampak Banjir Bandang Sumbar
- Pertamina Sebut Pertamax Green 95 Bukan untuk Menggantikan Pertalite
- Jadi 9,55 Juta Ton, Ini Perincian Jumlah Pupuk Bersubsidi
- Pertamina Patra Niaga Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite Sesuai Penugasan Pemerintah