Soekarno dan Cak Nur Sama-Sama Memikirkan Konsep Keislaman dan KeIndonesiaan yang Kuat

Soekarno dan Cak Nur Sama-Sama Memikirkan Konsep Keislaman dan KeIndonesiaan yang Kuat
Doktor ilmu pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia Hasto Kristiyanto hadir di Universitas Paramadina, Selasa (21/3). Kehadiran Hasto membawa diskursus baru tentang pemikiran pendiri bangsa, Soekarno atau Bung Karno. Foto: Dokumentasi PDIP.

“Saya sangat senang bertemu dengan teman-teman mahasiswa karena ini menunjukkan bahwa tradisi intelektual para pendiri bangsa itu dibangun dengan membaca buku. Buku sebagai jendela dunia, sebagaimana dalam tradisi intelektual Soekarno,” ungkap Hasto dikutip dari keterangan resminya.

Menurutnya, dengan membaca buku, mahasiswa mempunyai imajinasi akan masa depan. “Sebagaimana Cak Nur lakukan, kemudian membukukan dalam berbagai problematika rakyat bangsa dan negara, sehingga pada 1970-an beliau begitu visioner mengatakan bahwa Islam yes partai Islam no. Ini merupakan gambaran dari pemimpin visioner,” kata Hasto.

Oleh karena itu, lanjut Hasto, apabila dikaitkan dengan pemikiran atau tradisi intelektual Soekarno, maka sudah seharusnya semua untuk berpikiran ke luar, bukan lagi bertikai dan hanya ribut antarsesama anak bangsa.

Dari situlah, ujar Hasto, tercetus Konferensi Asia Afrika (KAA) yang memikirkan untuk menghapuskan kolonialisme. “Setelah KAA, lalu ada Perempuan Asia-Afrika, ada Dokter Anak Asia-Afrika. Karena Soekarno ingin anak-anak Indonesia tidak stunting tingginya 170 cm maka ada buku Mustika Rasa, memikirkan kecukupan gizi bagi Indonesia. Lalu, ada mahasiswa Asia-Afrika,” ungkap Hasto.

“Sekarang mana ada mahasiswa Asia-Afrika? Sekarang anda harus pimpin, gagas. Karena pemikiran Cak Nur itu lintas masa waktu tertentu dan visioner serta relevan. Sehingga anda harus pakai spirit itu. Dulu ada Bapak Emil Salim memimpin mahasiswa Asia-Afrika. Ada wartawan Asia-Afrika. Apakah kita punya leadership bertindak keluar,” sambungnya.

Hasto mengingatkan pentingnya menunjukkan kepemimpinan Indonesia dengan segala gagasannya.

“Apa yang dilakukan dengan ekspor petai dan jengkol, ini sangat penting kalau dilihat dalam spirit-nya, bagaimana komunitas Indonesia diterima di Jepang. Kita kuasai iptek agar bisa menjadi pemimpin bangsa-bangsa," kata Hasto penuh semangat.

Dia bahkan memberi penekanan lebih lanjut. “Daripada kaya, tetapi miskin gagasan. The power of idea ini sangat penting dalam teori geopolitik Soekarno,” pungkas Hasto Kristiyanto.  (boy/jpnn)

Soekarno dan Cak Nur dianggap sama-sama memikirkan konsep keislaman dan keindonesiaan yang kuat.


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News