Strategi 3A: Airlines, Airports dan Authorities

Strategi 3A: Airlines, Airports dan Authorities
Strategi 3A: Airlines, Airports dan Authorities

Nah, kalau di tahun 2019 kita punya target mendatangkan 20 juta wisman, maka setidaknya kita harus menyediakan 30 juta seat penerbangan internasional. Artinya, selama tiga tahun ke depan kita harus menambah 10,5 juta seat lagi.

Perhitungan rincinya bisa dilihat pada bagan di bawah ini (lihat perhitungan di sisi kiri). Seperti kita tahu target wisman tahun 2016 adalah 12 juta, dimana yang masuk melalui udara sekitar 75 persen atau 9 juta wisman. Seluruh seat penerbangan internasional sekitar 40 persennya digunakan oleh wisnus (WNI), jadi jumlahnya sekitar 6,4 juta. Kalau ditotal, maka jumlah seat yang kita perlukan adalah 9 + 6,4 = 15,4 juta.

Nah, kalau rata-rata seat load factor sebesar 80 persen dan seat capacity penerbangan internasional kita 19,5 juta, maka kita dapatkan seat yang tersedia sebesar 19,5 X 80 persen = 15,5 juta. Jadi tahun ini kita beruntung karena seat demand dan supply masih berimbang: seat yang diperlukan 15,4 juta dan seat yang tersedia 15,5 juta.

Pertayaannya, bagaimana untuk tahun-tahun berikutnya hingga 2019?
Coba kita hitung lagi (lihat perhitungan sisi kanan). Tahun 2019 kita menargetkan wisman sebanyak 20 juta, dimana yang masuk lewat udara sebanyak 75 persen atau 15 juta. Dengan perbandingan 40 persen : 60 persen (32:68) karena pertumbuhan wisman lebih cepat, maka jumlah wisnusnya (WNI) sebanyak 7 juta. Dengan demikian maka total jumlah seat yang kita perlukan sebanyak 15 + 7 = 22 juta.

Dari perhitungan ini terungkap defisit penyediaan seat hingga tahun 2019. Rinciannya: di tahun 2017 kita defisit 4 juta seat; 2018 defisit 3,5 juta; 2019 defisit 3 juta. Ditotal jendral selama 2017-2019 kita akan defisit 10,5 juta seat.

Pertanyaan besarnya kemudian adalah, bagaimana jika defisit jumlah seat penerbangan internasional itu tidak bisa kita tutup?
So pasti angka 20 juta yang terus kita dengung-dengungkan itu hanya omong kosong belaka. Dari perhitungan sederhana di atas terlihat bahwa masalah besar kita adalah di akses. Atraksi sudah tak perlu ditanya lagi kita punya natural dan cultural resources terbaik di dunia. Dari sisi amenitas kita cukup lumayan. Tapi di akses, kita punya masalah besar.

Maka dari itu saya simpulkan aksesibilitas udara ini sangat krusial bagi pencapaian target wisman 20 juta. Ini adalah masalah terpenting pertama yang harus kita tuntaskan. Persoalan lain tak akan bisa terselesaikan sebelum persoalan ini tuntas. Panorama Raja Ampat yang begitu indah atau pemandangan bawah laut Wakatobi yang begitu menawan tak ada artinya jika para wisman sulit datang ke sana karena minim dan sulitnya penerbangan. Jadi atraksi sehebat apapun tak ada artinya kalau aksesnya payah.

Strategi 3A
Untuk menutup defisit tersebut rupanya tak semudah meminta maskapai penerbangan menambah jumlah penerbangan internasionalnya. Jumlah penerbangannya di tambah kalau bandaranya nggak cukup nggak akan bisa. Begitu juga, penerbangan ditambah kalau perjanjian layanan udara dengan negara lain tidak dibereskan juga nggak akan bisa. Kalau traffic right-nya tak tersedia, mau lewat mana?

JAKARTA – Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya memopulerkan rumus 3A untuk pengembangan destinasi pariwisata. Tiga ukuran untuk menilai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News