Strategi Bea Cukai untuk Meningkatkan Perekonomian Indonesia

Strategi Bea Cukai untuk Meningkatkan Perekonomian Indonesia
Aktiviras petugas Bea Cukai. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus berupaya menciptakan berbagai kemudahan guna mendorong laju perekonomian Indonesia. Hal itu berkenaan dengan Bea Cukai sebagai instansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor dan impor. Beberapa fasilitas di antaranya Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) telah terbukti memberikan dampak yang luar biasa terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Pada bulan Februari 2019, Bea Cukai secara resmi telah merilis hasil survei manfaat ekonomi yang dihasilkan dari kedua fasilitas tersebut. Survei yang dilakukan bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan University Network for Indonesia Export Development (UNIED) menunjukkan bahwa fasilitas dari DJBC telah membawa dampak positif dalam mendorong perekonomian berbagai sektor industri di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan langkah strategis yang tengah diupayakan pemerintah untuk mendorong ekspor nasional.

BACA JUGA: https://www.jpnn.com/news/strategi-bea-cukai-tembilahan-tingkatkan-pertumbuhan-ekonomi-dan-investasi

Fasilitas KB dan KITE merupakan salah satu tulang punggung industri nasional. Sebesar 34.47 persen atau lebih dari sepertiga total ekspor Indonesia berasal dari industri di dalam KB dan KITE. Pemberian fasilitas KB dan KITE selain bermanfaat bagi perusahaan, juga bermanfaat bagi negara. Beberapa kontribusi ekonomi dari fasilitas KB dan KITE di tahun 2017 secara ringkas adalah sebagai berikut: (1) rasio ekspor terhadap impor yang menggunakan fasilitas KB dan KITE sebesar 2,40, artinya setiap nilai 1 dollar bahan baku yang diimpor dengan kedua fasilitas tersebut telah menghasilkan nilai 2,40 dollar produk yang telah diekspor, (2) kontribusi nilai ekspor KB dan KITE mencapai Rp780,83 triliun atau setara dengan 34,37 persen nilai ekspor nasional, (3) nilai tambah KB dan KITE terhadap perekonomian mencapai Rp402,5 triliun;  (4) jumlah tenaga kerja yang diserap dari pemanfaatan fasilitas ini mencapai 1,95 juta orang di mana 97 persen dari total tersebut diisi oleh tenaga kerja lokal, (5) nilai penerimaan dari pajak pusat mencapai Rp 85,49 triliun dan pajak daerah mencapai Rp5,11 triliun; (6) nilai investasi yang dihasilkan dari kedua fasilitas ini mencapai Rp178,17 triliun; serta, (7) menciptakan indirect economy activities berupa tumbuhnya jumlah 95.251 jaringan usaha langsung, dan 268.509 usaha tidak langsung yang meliputi usaha akomodasi, perdagangan, makanan, dan transportasi.

Berdasarkan jenis industri yang memanfaatkan fasilitas KB dan KITE, terlihat adanya karakteristik yang berbeda-beda antar industri. Industri makanan dan minuman memiliki kontribusi tertinggi terhadap ekspor sebesar 35.14 persen atau mencapai Rp274.3 triliun. Selain itu, Industri elektronik memiliki kontribusi tertinggi terhadap pajak pusat sebesar 80.37 persen yang mencapai Rp68.7 triliun, serta kontribusi tertinggi pada produk domestik bruto (PDB) sebesar 24.39 persen atau sekitar 98 triliun. Sementara itu, industri tekstil, pakaian, dan benang memiliki kontribusi tertinggi di beberapa sektor di antaranya kontribusi investasi sebesar 28.46 persen yang mencapai Rp51 triliun, kontribusi pajak daerah sebesar 25.66 persen atau sekitar Rp3.3 triliun, kontribusi terhadap jaringan usaha yang mencapai 24.03 persen atau sektiar 22.871 perusahaan, kontribusi tenaga kerja mencapai 42.92 persen yang mencapai 813.000 jiwa, dan kontribusi terhadap indirect economy activity yang mencapai 37.77 persen atau menumbuhkan sekitar 94.165 perusahaan.

BACA JUGA:12 Tahun Berkarya, Bea Cukai Tanjung Priok Beri Penghargaan pada Stakeholder Terbaik

Sementara, jika ditinjau berdasarkan daerah sebagian besar industri KB dan KITE terpusat di Pulau Jawa dan lebih dari sepertiga ada di Jawa Barat. Dari gambaran yang lebih luas, provinsi di luar Pulau Jawa yang sering muncul dalam peringkat 10 besar di berbagai indikator adalah Sumatera Utara, Riau, dan Lampung. Selain itu juga ada provinsi lain yang mulai tampak berpotensi seperti Sulawesi Tengah. Hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan KB-KITE di luar Jawa.

Survei kali ini merupakan survei kedua yang dilakukan oleh Bea Cukai dan hasilnya tidak jauh berbeda dari survei pertama yang dilakukan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Survei kedua ini dilakukan untuk memastikan bahwa dampak ekonomi fasilitas KB dan KITE tetap positif, di samping juga untuk merumuskan penajaman formulasi kebijakan selanjutnya.

Fasilitas kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor dari Bea Cukai memberi dampak positif perekonomian Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News