Tak Pernah Khawatir Urusan Perut Selama Masih Ada Lontar

Tak Pernah Khawatir Urusan Perut Selama Masih Ada Lontar
Seorang warga Pulau Rote memanjat pohon lontar. Foto: TIMOR EKSPRESS

Bagi warga Rote Ndao, juga Sabu Raijua, nyaris tak ada bagian dari pohon-pohon yang tumbuh liar itu yang terbuang.

Dari tanaman yang masuk spesies Borassus flabellifer tersebut, bisa dibilang kebutuhan pangan, papan, dan sandang terpenuhi.

Mengutip situs Universitas Atma Jaya, Jogjakarta, daun tanaman yang umumnya tumbuh di daerah kering itu bisa dimanfaatkan sebagai media penulisan naskah. Juga bahan kerajinan semacam kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan, dan alat musik.

Tangkai dan pelepah pohon yang memiliki nama berbeda-beda di tiap daerah tersebut dapat menghasilkan sejenis serat yang baik. Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras, dan berwarna kehitaman.

Kayu tersebut kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) dapat disadap untuk menghasilkan nira (legen).

Nira itu dapat diminum langsung sebagai legen (nira). Dapat pula dimasak menjadi gula. Atau difermentasi menjadi tuak.

Keluarga Daniel Koen bisa jadi contoh tentang betapa pentingnya lontar bagi warga Rote Ndao. Sudah 22 tahun dia bersama istri, Sarai Manafe, tinggal di rumah yang mereka sebut rumah daun.

Dari tanaman lontar, bisa dibilang kebutuhan pangan, papan, dan sandang warga Rote terpenuhi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News