Teguh Haryanto, Hakim 'Garang' Pengadilan Tipikor yang Nyentrik

Selalu Wariskan Lagu Ciptaan di Tempat Bertugas

Teguh Haryanto, Hakim 'Garang' Pengadilan Tipikor yang Nyentrik
Ilustrasi pengadilan. Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Sebagai hakim Tipikor, Teguh Haryanto adalah pemegang rekor pemberi vonis hukuman tertinggi bagi koruptor. Dialah yang memberi hukuman 20 tahun penjara bagi terpidana kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan. Meski garang, dia dikenal sebagai ’’pengamen’’ yang suka hidup bersahaja.
 
ANGGIT SATRIYO NUGROHO, Jakarta

DI antara sembilan hakim karir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Teguh Haryanto mungkin yang paling nyentrik. Setiap melepas toga hakim kebesaran, yang tampak pada tubuh pria berkumis itu biasanya hem lengan pendek atau kaus berkerah, celana jins, dan sepatu kasual.
Saat pulang sidang, dia terbiasa menggendong ransel hitam layaknya mahasiswa. Isinya dokumen-dokumen yang perlu dipelajari untuk bahan sidang esoknya. Dengan tas ransel itu, dia bisa bergerak bebas naik angkutan umum ke tempat tinggalnya di Bogor.
Karena ingin selalu tepat waktu bisa sampai ke ruang sidang Tipikor di kawasan Kuningan, Jakarta Pusat, Teguh berangkat dari rumah pukul 05.30. Dari rumahnya di Jalan Pakis Raya, Taman Jasmin, Bogor, tiap pagi dia punya langganan tukang ojek yang mengantarkan ke halte angkot terdekat. ’’Turun dari angkot lalu bersambung dengan kereta api ke Jakarta,’’ ungkap bapak tiga anak itu.
Teguh mengaku bisa menikmati aktivitasnya menjadi warga komuter Jakarta–Bogor yang dijalani sejak menjadi hakim di PN Jakarta Pusat tiga tahun lalu. Termasuk, harus rela berdesak-desakan dan bercampur bau keringat penumpang lain. Lesehan di gerbong kereta beralas koran adalah hal biasa.
Kadang, kalau terburu waktu, dia mencoba meringkas perjalanan. Dari rumahnya, dia menyetir mobil pribadi, lalu dititipkan di kompleks Istana Bogor. Kebetulan, kakaknya bertugas sebagai kepala pengamanan di kompleks istana itu. ’’Jadi, cukup aman,’’ kata alumnus Undip Semarang yang kini berusia 50 tahun tersebut.
Ada alasan mengapa Teguh rela berkereta api saban pagi. Dia tak ingin terbebani kemacetan Jakarta. Sebab, di meja sidang, dirinya sudah ditunggu dengan pembuktian perkara korupsi yang melelahkan. Dia harus telaten memeriksa berita acara pemeriksaan (BAP) yang tebalnya rata-rata 20 cm. Apalagi jika harus mengejar fakta hukum dari terdakwa yang kadang memberikan keterangan berbelit-belit.
Sebagai hakim Pengadilan Tipikor, dia harus menyidangkan dua perkara korupsi setiap hari. Bukan itu saja. Sidang di Pengadilan Tipikor sering amat menyita waktu. Sidang yang berakhir hingga pukul 21.00 merupakan hal lumrah. Sungguh membikin stres.
’’Saya naik kereta bukan karena tak punya mobil. Banyak yang bilang masak hakim tak punya mobil. Tapi, saya tak mau stres saja,’’ tegasnya.
Karena menumpang kereta api, banyak kolega Teguh yang khawatir akan keselamatan jiwanya. Pernah ada wacana pengawalan untuk para hakim Pengadilan Tipikor yang punya banyak ’’musuh’’ para koruptor itu. ’’Apa tidak capai mengawal saya? Kadang saya pilih jalan kaki segala,’’ ujarnya.
Saat ditemui Jawa Pos di ruangan hakim Pengadilan Tipikor, penampilan Teguh tampak ’’muda’’. Mengenakan kemeja lengan pendek dan rompi, kancing kemejanya dibuka, sehingga yang terlihat adalah kalung emas yang melingkar di leher.
’’Penampilan saya memang seperti ini. Orang di Mahkamah Agung (MA) pun memaklumi. Mereka membiarkan karena saya disebut hakim yang seniman,’’ tutur suami Retno Murdini tersebut. Teguh memang lama bertugas di pengadilan tertinggi itu. Dia menjadi asisten Hakim Agung Laica Marzuki dan Gunanto.
Meski sibuk mengadili perkara korupsi, hobi Teguh juga belum pupus. Dia masih kerap mengasah keterampilannya bermusik di berbagai pergelaran. Saking cintanya pada dunia musik, kolega hakim lainnya menyebut pria asal Semarang, Jawa Tengah, tersebut sebagai hakim pengamen.
Sebagai musikus ’’amatir’’, Teguh cukup produktif. Sejak mengawali karir sebagai hakim di berbagai pengadilan negeri di tanah air, dia menyempatkan menciptakan lagu. Saat mengakhiri tugas di PN Bulukumba, Sulawesi Selatan, misalnya, dia menciptakan lagu Pesona Pantai Bira, pantai indah di kota kecil tersebut. ’’Lagu itu menjadi kenang-kenangan saat perpisahan dengan bupati di sana,’’ jelasnya.
Saat dimutasi di PN Pangkal Pinang, Provinsi Bangka-Belitung, Teguh juga menciptakan lagu berjudul Resah. Mengapa resah? ’’Itu nyanyian hati saya. Sebab, sebagai hakim (di Pangkal Pinang), saya tak bisa ke mana-mana karena faktor geografis. Saya juga tak bisa memperdalam intelektualitas saya sebagai hakim,’’ ungkapnya.
Gara-gara lokasi tempat kerjanya di pulau kecil itu, dia gagal mengikuti kursus untuk memperdalam masalah HaKI (hak atas karya intelektual) di Australia.
Dengan kemampuannya bermusik tersebut, tak jarang dirinya berbuat iseng. Suatu hari, saat rombongan Mahkamah Agung (MA) ke Ancol, Jakarta, Teguh bermain gitar, sementara teman-temannya mengumpulkan uang receh dari para pengunjung. Saat itu sampai terkumpul Rp 600 ribu. Uang tersebut lalu dibagi-bagikan kepada cleaning service di sana. ’’Gara-gara itu saya disebut hakim ngamen. Padahal, itu cuma iseng,’’ ujarnya.
Meski terkesan santai. Di ruang sidang, penampilan Teguh berubah garang. Dia merupakan sosok yang ditakuti para terdakwa korupsi di meja hijau. Salah seorang yang telah merasakan adalah Urip Tri Gunawan, jaksa yang terlibat kasus suap penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Artalita Suryani (Ayin). Dia terkena vonis 20 tahun penjara.
Palu yang diketukkan Teguh untuk menghukum jaksa yang pernah menuntut trio bomber Bali, Amrozi cs, itu merupakan hukuman terberat sepanjang sejarah Pengadilan Tipikor. Teguh beralasan, koruptor harus dihukum berat. ’’Supaya tidak ada tindakan serupa oleh pihak lain,’’ tegasnya.
Saat sidang berlangsung, Teguh merupakan hakim ’’cerewet’’. Dia sering mengingatkan para penasihat hukum agar bertanya lebih efektif dan tidak menghamburkan waktu sidang. ’’Saya hanya mewujudkan peradilan bebas, cepat, dan berbiaya ringan itu,’’ ujar mantan mahasiswa Prof Dr Satjipto Rahardjo tersebut.
Meski garang, tak jarang Teguh memecah kebekuan sidang dengan melontarkan joke-joke segar. Suatu saat dia memanggil seorang penasihat hukum di sidang. Bukan memanggil namanya, tapi dengan panggilan akrab. ’’Pak Haji,’’ katanya. Kontan, sang penasihat hukum yang memang bercambang dan berambut ikal bak raja dangdut Rhoma Irama itu pun tersenyum. (el)

Sebagai hakim Tipikor, Teguh Haryanto adalah pemegang rekor pemberi vonis hukuman tertinggi bagi koruptor. Dialah yang memberi hukuman 20 tahun penjara


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News