Teknik Memancing

Oleh Dahlan Iskan

Teknik Memancing
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Di situ ada unsur jenakanya. Ada unsur satire-nya. Pun ada unsur protesnya.

Baca Juga:

Saya suka sekali melihat wartawan yang kreatif dalam berjurnalistik seperti itu. Saya pun mengajukan lima pertanyaan ringan untuk Najwa:

Kapan ide mewawancari kursi kosong itu lahir? Cerita awalnya bagaimana?

Sejak pandemi, saya pernah mewawancarai Pak Jokowi dan saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik, mengenai potensi mudik memicu penyebaran virus atau tentang kinerja menteri kesehatan, misalnya.

Namun presiden tentu bicara kebijakan dalam garis-garis besar karena eksekusi pasti dilakukan dan dikawal para pembantunya. Itulah sebabnya, sejak kasus pertama ditemukan pada awal Maret, berkali-kali saya berusaha terus mengundang Pak Terawan.

Namun, karena Pak Terawan belum merespons, saya berpikir perlunya pendekatan yang dapat menerobos kebekuan informasi mendasar tentang Covid-19. Saya merasa cukup urgent bagi pemerintah menjelaskan langkah-langkah yang sudah, sedang, dan akan diambil secara padu, tidak fragmentaris dan tersebar dari berbagai institusi ad hoc, karena kadang kala pernyataan pejabat-pejabat itu berbeda-beda, dan tidak jarang saling bertabrakan.

Ide menghadirkan kursi kosong itu muncul saat kami berdiskusi secara internal untuk menjawab pertanyaan sederhana: bagaimana mendudukkan perkara penanganan Covid-19 ini pada tempatnya. Kata kuncinya: Duduk perkara. Duduk. Kursi.

Jadi, mengajukan pertanyaan di hadapan kursi yang kosong, yang sedianya kursi itu diduduki Pak Terawan, adalah usaha mendudukkan penanganan Covid ini kepada kursinya –artinya kepada proporsinya.

Saya kenal Najwa. Dengan gaya khas memotongnya itu. Tentu juga saya kenal dr Terawan. Begitulah orangnya. Kerja dalam senyap.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News