Tempe Setelah Belajar Dorayaki

Oleh Dahlan Iskan

Tempe Setelah Belajar Dorayaki
Rustono, pembuat tempe di Jepang bersama istrinya di Kyoto. Foto: disway.id

”Apa fungsi kain penutup itu?” tanya Rustono pada ahlinya itu.

”Agar bakal tempenya dalam suhu yang hangat,” jawab sang ahli.

Pantesan, kata Rustono dalam hati, ini kan bulan Oktober. Udara mulai dingin. Mana bisa hangat.

Apalagi bulan-bulan berikutnya lebih dingin. Lalu bersalju. Di kampungnya itu bisa minus 15 derajat. Di bulan Januari.

Rustono pun berangkat ke toko. Beli selimut listrik. Untuk menyelimuti tempenya.

Hasilnya? Membaik. Tapi tetap saja tidak sempurna. Ia terus membuang tempenya. Sehari 2 kg.

Rustono terpaksa mencari pekerjaan paruh waktu. Untuk bisa dapat penghasilan.

Mertuanya tahu di mana Rustono bisa bekerja seperti itu: di tempat pemasok toko kuenya. Sang mertua memang punya toko kue.

Enam bulan setelah kata cinta di Parangtritis, Tsuruko benar-benar datang ke Jogja lagi. Menunjukkan dua komitmen cintanya: menepati janjinya untuk datang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News