Terbang setelah Delapan Tahun Gantung Ijazah di Kamar

Terbang setelah Delapan Tahun Gantung Ijazah di Kamar
Monika Angraeni di depan pesawat yang dipilotinya.
Sekolah penerbang itu dilalui dengan mudah. Setelah mengantongi PPL (private Pilot License) dan CPL (Commercial Pilot License), Monik juga lulus prasyarat untuk menerbangkan pesawat komersial berpenumpang yakni multi engine (untuk menerbangkan pesawat bermesin ganda) dan instrumen rating.

Namun, tantangan sekolah dan dunia kerja ternyata ibarat bumi dan langit. Dengan berbagai lisensi dan ijazah penerbang itu, dia pun melamar ke berbagai maskapai penerbangan nasional. Namun, tidak ada satu pun maskapai yang memanggilnya.

“Saat itu saya sudah hampir putus asa. Mungkin menjadi pilot bukan jalan saya,” kenangnya.

Setelah dua tahun menganggur, dia kemudian kuliah lagi di Universitas Trisakti. Kali ini wanita kelahiran Jakarta, 17 November 1975, itu masuk  Jurusan Akuntansi.  Setahun setelah merai gelar sarjana  akuntasi  (2002), dia bergabung menjadi tenaga keuangan di Indomobil. Setelah itu, dia juga sempat bekerja sebagai staf marketing perusahaan penyewaan pesawat carteran.    

Booming maskapai penerbangan swasta di tanah air membuat impian untuk menjadi pilot terbuka lagi. Sebab, dengan banyaknya maskapai baru yang tumbuh, kebutuhan akan pilot juga ikut naik pesat. Pada 2004, Star Air menerima lamarannya menjadi co-pilot. Monik sangat bersyukur karena hampir delapan tahun SIM pesawat komersial yang dimilikinya hanya menjadi pajangan di kamar.

Kini, empat tahun setelah menjadi pilot dengan pengalaman 2.800 jam terbang, Monik tampil modis  laiknya mahasiswi ibu kota yang suka ke mal. Rambut dicat dengan warna merah kecoklatan bak rambut tongkol jagung serta kacamata warna senada.

Hanya 10 bulan berada di Star Air atau pada Juli 2005, maskapai nasional itu kesulitan pendanaan sehingga harus berhenti beroperasi. Wanita yang masih melajang itu bergabung dengan AirAsia.

Selain pesawat Boeing 737-300 dan MD-82 yang ”dipiloti” pada awal karir, sejak September 2008 Monik terbiasa menongkrongi pesawat Airbus  320 yang dipoduksi konsorsium Eropa itu.

Jumlah wanita pilot yang bekerja di penerbangan komersial di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari. Di tengah lingkungan profesi yang masih dikuasai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News