Terbang setelah Delapan Tahun Gantung Ijazah di Kamar

Terbang setelah Delapan Tahun Gantung Ijazah di Kamar
Monika Angraeni di depan pesawat yang dipilotinya.
Jumlah wanita pilot yang bekerja di penerbangan komersial di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari. Di tengah lingkungan profesi yang masih dikuasai laki-laki, mereka harus membuktikan ”keahlian” yang lebih.

IWAN UNGSI- IMAM SYAFEI, Jakarta

SEJAK masa kanak-kanak Monika Anggraeni akrab dengan pesawat terbang. Bukan hanya karena rumahnya berada di kompleks Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, tapi juga karena sang ayah, almarhum Bambang Wiratmo, adalah kolonel Angkatan Udara di bidang teknik.

”Sejak kecil saya sering diajak Bapak melihat pesawat,”  kata Monik, panggilan akrabnya, saat ditemui Jawa Pos di sela-sela rehat Coffee Bean, Plaza Senayan, Jakarta.

Mungkin karena masih langkanya wanita yang jadi penerbang di Indonesia, selepas SMA Monika tidak langsung ingin merealisasikan cita-citanya. Dia malah mendaftarkan diri ke Teknik Sipil Universitas Trisakti. Namun, hanya berjalan satu semester, keinginannya menjadi pilot kembali menggoda.

”Saya keluar lalu pindah sekolah ke Juanda Flying School (JFS) di Surabaya,”  katanya. Setelah dua tahun di JFS (1994-1996), Monik meneruskan sekolahnya di Avindo Angkasa yang berada di areal Halim Perdana Kusumah.

Jumlah wanita pilot yang bekerja di penerbangan komersial di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari. Di tengah lingkungan profesi yang masih dikuasai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News