Ternyata Ini Alasan Militer Myanmar Lakukan Kudeta, Sungguh Kemaruk

jpnn.com, JAKARTA - Beberapa aktivis demokrasi di Myanmar berpendapat kudeta militer yang berlangsung Senin (1/2) merupakan salah satu strategi pemimpin tertinggi militer, Jenderal Min Aung Hlaing agar dirinya bisa tetap berkuasa setelah pensiun dari dinas ketentaraan pada Juli 2021 mendatang.
"Jika ia pensiun, maka kekuasaannya di militer dan pengaruhnya di pemerintahan akan berakhir. Jika tidak ada kudeta, maka anggota parlemen yang baru dan pemerintahan terpilih akan resmi menjabat, dan panglima militer, orang paling berkuasa di Myanmar, akan kehilangan kekuasaannya," kata Khin Ohmar, seorang aktivis demokrasi dan HAM veteran di Myanmar, saat jumpa pers bersama ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR), Selasa (2/2).
Ia berpendapat kudeta militer tidak dilakukan karena adanya kecurangan pada pemilihan umum 8 November 2020. Alasan Jenderal Min Aung Hlaing mengkudeta pemerintahan yang terpilih secara demokratis di Myanmar salah satunya karena ia ingin mempertahankan posisinya di militer dan mengamankan jaringan usaha di tubuh militer yang melibatkan keluarga para petinggi beserta mitra bisnisnya, kata Khin Ohmar, pendiri sekaligus ketua Progressive Voice.
Progressive Voice merupakan organisasi dan lembaga riset pro hak asasi manusia dan demokrasi di Myanmar.
Militer Myanmar meluncurkan kudeta terhadap pemerintah, Senin pagi, dan menangkap penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, politisi dari partai pemenang pemilu, yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta sejumlah aktivis pro demokrasi dan HAM di Myanmar.
Sejauh ini belum ada pengumuman resmi berapa jumlah orang yang ditangkap dan ditahan oleh tentara, tetapi kemungkinan ada lebih dari 30 orang.
Tidak lama setelah kudeta, militer menetapkan status darurat yang berlaku selama satu tahun. Selama status darurat berlaku, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif di Myanmar berada di bawah kendali pimpinan tertinggi, Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing.
Militer Myanmar, lewat pernyataan resmi yang dibacakan oleh Myawaddy Television (MWD), mengatakan status darurat ditetapkan untuk mencegah perpecahan antarkelompok masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 417 Konstitusi Negara 2018. Menurut otoritas militer, pemerintah gagal menyelesaikan sengketa daftar pemilih pada pemilihan umum 8 November 2020.
BERITA TERKAIT
- Wai Moe Niang, Pemuda Muslim Penentang Kudeta Ditangkap Militer Myanmar
- Christina Aryani Berharap KTT ASEAN Efektif Atasi Krisis Politik di Myanmar
- Aktivis Myanmar Bersumpah Terus Demo saat Libur Tahun Baru
- Negara Tak Berbuat Apa-Apa, Masyarakat ASEAN Sampaikan Dukungan untuk Rakyat Myanmar
- Musuh Junta Myanmar Angkat Senjata, 10 Polisi Tewas Mengenaskan
- Militer Myanmar Makin Brutal, Kritik Pedas Ramos Horta Ditujukan kepada ASEAN