The Last Reporter

The Last Reporter
Ajay Muhadjar. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

Harus pandai merangkai kata-kata yang menarik, mengajak imajinasi pendengar masuk, seakan-akan hadir melihat pertandingan itu secara langsung.

"Itu sulit menurut saya. Itu orang yang punya kemampuan luar biasa. Daya ingatan luar biasa. Punya improvisasi yang bagus. Bukan sembarangan orangnya," begitulah Ajay mengagumi Sasli Rais. 

"Dulu, waktu belajar, ketemu Sasli Rais, saya selalu tanya, bagaimana rumus-rumus siaran olahraga. Kata dia, perkembangan skema permainan harus dipahami."

Misalnya, bulutangkis. Menurut pria yang pernah menjadi wartawan perkotaan, kriminal dan ekonomi itu, melaporkan pertandingan bulutangkis lebih santai dibanding sepakbola. 

"Hanya saja, kita harus menguasai istilah-istilah dalam cabang bulutangkis itu sendiri. Seperti drop shoot, back hand, loop. Itu harus dikuasai oleh seorang reporter. Karena mustahil melaporkannya bila tidak menguasai istilah-istilah tersebut."

Ajay mencontohkan…

Taufik Hidayat kali ini melakukan drop shoot….ya, di muka net… dapat dijangkau oleh Lindan…kembalikan lagi depan net…dikejar oleh Taufik Hidayat…loop ke belakang…amati sebentar oleh Lindan, saudara-saudara…drop shoot menyilang…bisa diangkat oleh Taufik Hidayat…kembalikan depan net. 

Angkat lagi ke belakang…jauh kali ini loop Taufik Hidayat…droop shoot kali ini Lindan…angkat lagi di depan net oleh Taufik Hidayat… dan saudara-saudara…rupa-rupanya pengembalian dari Lindan ini tidak akurat dan jatuh di bidak permainannya sendiri… 

ADA sebuah masa ketika orang-orang terpaku di depan radio. Menyimak pertandingan olahraga yang dilaporkan secara langsung oleh Radio Republik Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News