The Next Gus Dur

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

The Next Gus Dur
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf. Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

Cap tradisional yang melekat kepada NU tidak menjadikannya sebagai organisasi yang selalu akomodatif terhadap kekuasaan. Dalam perkembangannya NU menjadi gerakan keagamaan sekaligus politik yang radikal menentang penjajahan Belanda.

Resolusi jihad yang dikumandangkan oleh KH Hasyim Asy’ari melahirkan gerakan revolusioner melawan penjajahan Belanda.

Di era kemerdekaan di bawah rezim Orde Lama NU menjadi bagian dari politik eklektik Soekarno yang bereksperimen dengan memadukan nasionalisme, agama, dan komunisme.

Eksperimen politik ini gagal dan berakhir dengan banjir darah dengan pembunuhan massal orang-orang komunis pada 1965. NU mempunyai peran penting dalam proses itu.

Di era Orde Baru di bawah kepemimpinan Gus Dur, NU menentang otoritarianisme Soeharto dengan cara yang halus tetapi mematikan. Gus Dur menantang Soeharto dengan menolak penafsiran tunggal terhadap Pancasila yang dilakukan Soeharto untuk melanggengkan kekuasannya.

Ketika reformasi bergulir, NU dianggap terlambat dalam mengikuti gerakan. Namun, kemudian Gus Dur menjadi tokoh alternatif yang menjadi pilihan kekuatan Islam modernis dan tradisionalis. Gus Dur manjadi presiden hasil kompromi poros tengah Islam menghadapi kekuatan nasionalis.

Masa kepresidenan Gus Dur berakhir karena pecah kongsi di kalangan politisi Islam. Gus Dur dilengserkan dan friksi antara Islam tradisional vs modern kembali menjadi isu yang mengemuka.

Gus Dur meninggalkan legasi yang sangat luas dalam gerakan politik Islam di Indonesia. Kapasitas intelektual Gus Dur sangat mumpuni dan nasabnya sebagai keturunan langsung pendiri NU menjadikan Gus Dur punya legitimasi kuat untuk melakukan manuver apa pun.

Gus Yahya disebut-sebut akan banyak meniru Gus Dur dalam memimpin Nahdlatul Ulama.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News