Tiket Pesawat Mahal, Insentif Fiskal Hanya Solusi Jangka Pendek

Hal tersebut diyakini bisa meringankan beban biaya yang ditanggung maskapai.
Sebab, maskapai sebenarnya sudah dibebani beragam PPN. Mulai PPN sewa pesawat, PPN pembelian avtur, serta PPN lain yang dipungut dari setiap transaksi barang dan jasa yang dilakukan perusahaan.
Insentif fiskal itu, menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, memang menjadi kebijakan jangka pendek yang ampuh.
Menurut Huda, keuangan perusahaan akan sedikit tertolong sehingga maskapai bisa menurunkan harga tiket secara instan.
Apalagi, maskapai yang sudah melayani rute domestik tidak perlu bersaing dengan maskapai asing.
Namun, Huda mengingatkan bahwa masih ada masalah inti di industri penerbangan.
“Meski tingkat keterisian (load factor) maskapai Indonesia di atas rata-rata breakeven load factor (BLF) maskapai Asia-Pasifik, maskapai di Indonesia mengaku masih merugi. Jika merugi, artinya ada yang tidak efisien di penerbangan kita,” paparnya.
BLF Indonesia rata-rata 78 persen. Sementara itu, BLF maskapai di Asia-Pasifik rata-rata 67-69 persen.
Pemerintah sudah memiliki dua cara untuk meredam keriuhan masyarakat terhadap harga tiket pesawat.
- Puncak Arus Balik, Garuda Indonesia Group Layani 78.685 Penumpang
- Puncak Arus Mudik, Garuda Indonesia Group Angkut 81 Ribu Penumpang
- Serikat Karyawan Garuda Indonesia Desak Transparansi Manajemen
- Rekrutmen Eks Lion Air Picu Protes Keras dari Karyawan Garuda, Dinilai Tidak Transparan
- Pelita Air Tambah Ribuan Kursi Selama Mudik Lebaran 2025, Bakal Ada Extra Flight
- Sultan Apresiasi Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat