Tim Kajian UU ITE Kumpulkan Aspirasi Masyarakat, Nikita Mirzani jadi Narasumber

Tim Kajian UU ITE Kumpulkan Aspirasi Masyarakat, Nikita Mirzani jadi Narasumber
Tim kajian Undang-undang Infomasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mendengar masukan dari Nikita Mirzani. Foto: Dokumentasi Kemenko Polhukam

jpnn.com, JAKARTA - Tim kajian Undang-undang Infomasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) selesai mengumpulkan sejumlah masukan dari kelompok pelapor dan terlapor.

Beragam masukan dan pandangan narasumber yang pernah bersinggungan dengan UU ITE disampaikan kepada tim melalui virtual, Selasa (2/3).

Hadir sebagai narasumber secara virtual, dari kalangan terlapor antara lain Muhammad Arsyad, Ravio Patra, Prita Mulyasari, Yahdi Basma, dan Teddy Sukardi.

Sementara itu, dari kalangan pelapor ialah Alvin Lie, Nikita Mirzani, Dewi Tanjung, dan Muannas Alidid.

Dari sisi pelapor, artis Nikita Mirzani mengaku tidak setuju jika UU ITE dihapuskan.

Dia justru menilai penanganan UU ITE sangat lambat sehingga harusnya aparat bertindak cepat dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan aturan tersebut.

“UU ITE jangan dihapus, kalau dihapus nanti pada barbar, netizennya pada ngaco soalnya,“ ujar Nikita usai menceritakan pengalaman dan alasannya melaporkan orang ke pihak berwajib.

Kehawatiran yang sama juga disampaikan Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid.

Dia meminta pemerintah berhati-hati dalam merevisi sejumlah pasal di UU ITE, agar tidak muncul persoalan baru.

“Saya kira poinnya yang pertama jangan sampai kemudian niat baik revisi UU ITE, misalnya dalam Pasal 27 Ayat 3 yang dituding sebagai pasal karet, kemudian malah dihapus dan media sosial malah menjadi saling menghujat satu sama lain. Bapaknya dihina, ibunya dihina, ya, mungkin itu akan menjadi persoalan kalau kemudian tidak dilaporkan," kata dia.

Aktivis yang pernah dikenakan pasal dalam UU ITE, Ravio Patra ikut menjelaskan, hukum seharusnya menciptakan ketertiban, bukan memunculkan kaos di kalangan masyarakat.

"Saya dikata-katain, difitnah, dinarasikan sebagai mata-mata asing suatu negara. Kalau saya bereaksi dengan melaporkan banyak orang-orang, ujungnya satu negara dipenjarakan?” kata Ravio kepada Tim UU ITE.

Ia menceritakan bagaimana pengalamannya berhadapan dengan pihak kepolisian saat dilaporkan terkait dengan UU ITE. Bagi Patra, UU ITE adalah bentuk pengekangan kebebasan sipil.

"Saya sebenarnya secara pribadi saya pinginnya dihapus, tetapi karena saya juga paham ada kebutuhan, karena saya juga mengakui, juga memahami bahwa secara global banyak negara masih belajar mengatur medium internet."

"Cuma yang terjadi di Indonesia menurut saya terlalu cepat terlalu bringas, tidak ada moderasinya, berlebihan responsnya," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Prita Mulyasari, ibu rumah tangga yang juga pernah bersinggungan dengan UU ITE menekankan pentingnya edukasi di media sosial. Hal itu bertujuan agar tidak terjebak dalam kasus hukum.

“Edukasi kepada generasi anak muda sekarang ini bagaimana tata krama di media sosial itu seperti apa?"

"Karena saya lihat banyak juga kasus-kasus yang masih anak-anak muda dengan tanpa berpikir dua kali langsung memberikan unggahan di media sosial, dan itu mereka tidak banyak berpikir bahwa akan ada akibatnya di undang-undang ITE ini," ujar dia.

Ketua Tim Revisi UU ITE Sugeng Purnomo berharap masukan dari narasumber dapat menjadi bahan dalam diskusi tim.

“Ini bisa dimanfaatkan untuk mengadakan diskusi-diskusi terkait dengan berbagai masukan, saran, pandangan dari berbagai narasumber mulai dari sesi pertama sampai ketiga pada siang hari ini," ujar Sugeng.

Usai menghimpun masukan dan saran dari pihak pelapor dan terlapor, berikutnya tim akan menghimpun saran dan masukan dari kelompok aktivis, masyarakat, praktisi, dan asosiasi pers. (tan/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

Tim kajian Undang-undang Infomasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyerap masukan dan pandangan dari pihak yang pernah bersinggungan dengan UU ITE, salah satunya Nikita Mirzani

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News