Tragedi Oktober di Kanjuruhan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Tragedi Oktober di Kanjuruhan
Skuad Persebaya terpaksa dikeluarkan menggunakan kendaraan taktis setelah suporter mengamuk di Stadion Kanjuruhan, Malang. Foto: Antara/Prabowo/abs/rwa

Peristiwa di GBLA dan Gelora Delta menjadi alarm tanda bahaya akan munculnya tragedi yang lebih dahsyat.

Tragedi itu pun akhirnya menjadi kenyataan di Stadion Kanjuruhan.

Sampai sekarang masih belum diketahui penyebab jatuhnya korban yang begitu besar.

Namun, bisa dipastikan bahwa korban meninggal bukan karena bentrok dengan suporter Bonek Persebaya, karena pihak keamanan sudah melarang suporter Bonek untuk datang ke Malang.

Kemungkinan yang terjadi adalah suporter meninggal karena mengalami sesak napas, karena dari video dan foto-foto yang beredar tidak terlihat korban tewas yang mengalami luka parah.

Dugaan sementara korban tewas karena sesak napas oleh gas air mata. Jika benar bahwa gas air mata dipakai untuk membubarkan kerusuhan di stadion maka hal ini merupakan pelanggaran terhadap aturan FIFA, federasi sepak bola internasional, yang tidak memperbolehkan gas air mata dipakai di stadion.

PSSI menghadapi risiko sanksi dari FIFA jika terbukti melakukan pelanggaran.

Tragedi Kanjuruhan terjadi ketika publik sepak bola Indonesia masih menikmati sisa-sisa euforia karena penampilan timnas Indonesia yang mengesankan. Dua kemenangan dalam pertandingan FIFA Match Day melawan Curacao, pekan lalu, membuat publik sepak bola nasional terhibur.

Tragedi Kanjuruhan jauh lebih mengerikan dari Tragedi Heysel di Brussel, Belgia pada 1985.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News