Tragedi Oktober di Kanjuruhan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Tragedi Oktober di Kanjuruhan
Skuad Persebaya terpaksa dikeluarkan menggunakan kendaraan taktis setelah suporter mengamuk di Stadion Kanjuruhan, Malang. Foto: Antara/Prabowo/abs/rwa

Dari laporan match summary terungkap bahwa kerusuhan terjadi karena penonton berdesak-desakan berebut memasuki stadion.

Kapasitas GBLA yang 38 ribu full house hampir 100 persen. Data yang terungkap dari penjualan tiket menunjukkan bahwa jumlah penonton mencapai 37.872 orang. Ini berarti 99,7 persen stadion dipenuhi suporter.

Hal ini merupakan pelanggaran karena aturan Piala Presiden menyebutkan bahwa kapasitas stadion maksimal hanya boleh diisi 75 persen. Dalam pernyataan resmi juga disebutkan bahwa panitia hanya mencetak 19.000 tiket setiap pertandingan.

Pada kenyataannya tiket yang beredar jumlahnya dua kali lipat. Semua penonton yang hadir dalam pertandingan itu diketahui memegang tiket resmi.

Pelanggaran prosedur penjualan tiket, dan antisipasi keamanan yang tidak maksimal, menyebabkan dua nyawa melayang. Seharusnya ada evaluasi dan ada sanksi atas kejadian ini. Namun, ternyata keputusan yang diambil hanya formalitas saja.

Alarm tanda bahaya juga sudah muncul di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo dua minggu yang lalu.

Ketika itu ratusan suporter Bonek mengamuk setelah Persebaya kalah 1-2 dari Rans Nusantara. Bonek mengamuk, turun ke lapangan, merusak fasilitas stadion, dan melakukan penjarahan. Akibat kerusuhan ini Persebaya harus mengganti kerusakan stadion sampai seratus juta lebih.

Persebaya dijatuhi sanksi lima kali bermain tanpa penonton dalam pertandingan home.

Tragedi Kanjuruhan jauh lebih mengerikan dari Tragedi Heysel di Brussel, Belgia pada 1985.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News