Undang-Undang Fintech Belum Urgen

Undang-Undang Fintech Belum Urgen
Ilustrasi financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka pintu selebar-lebarnya terhadap diskusi agar semua produk di sektor keuangan, termasuk financial technology (fintech), punya aturan dan koridor yang jelas.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mempersilakan DPR mengkaji pembuatan undang-undang (UU) tentang fintech.

Menurut dia, perlindungan konsumen menjadi hal yang paling penting. Pihaknya meminta penyedia jasa keuangan mempertimbangkan kaidah-kaidah perlindungan konsumen, transparansi, dan etika.

’’Kami sepakat agar semua fintech provider berjanji melaksanakan kaidah itu,’’ kata Wimboh, Rabu (3/4).

Wimboh menuturkan, fintech tidak boleh merugikan nasabah. Fintech juga harus memperhatikan etika penagihan sesuai dengan kode etik yang telah disepakati bersama.

Selain itu, sistem bisnisnya tidak boleh jangka pendek, tetapi harus jangka panjang. Seluruh fintech yang terdaftar sudah sepakat menerapkan kaidah-kaidah tersebut.

Jika kaidah itu tidak dipatuhi, sambung Wimboh, OJK akan memberikan sanksi.

’’Sanksi paling berat adalah platformnya dicabut,’’ tegas Wimboh.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka pintu selebar-lebarnya terhadap diskusi agar semua produk di sektor keuangan, termasuk financial technology (fintech), punya aturan dan koridor yang jelas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News