Vape Laku Keras di Indonesia, Jepang Lebih Suka HTP, Budaya Dinilai Jadi Faktor Penentunya

Vape Laku Keras di Indonesia, Jepang Lebih Suka HTP, Budaya Dinilai Jadi Faktor Penentunya
Ilustrasi. Rokok elektrik/vape. Foto Drake

Pertentangan antara aspek ekonomi dan kesehatan dianggap sebagai penyebab banyaknya negara Asia yang belum menerapkan kebijakan PDB tembakau.

Padahal, kebijakan PDB tembakau yang tepat berpotensi mendorong produsen dalam berinovasi mengembangkan produk berbasis teknologi yang lebih rendah risiko.

Jepang dapat menjadi studi kasus menarik. Sejak diperkenalkan pada 2014, produk HTP terus menunjukkan tren peningkatan.

Pada saat yang bersamaan, produk tembakau konvensional mengalami penurunan hingga 32 persen, per data 2019. Bahkan, saat ini HTP menjadi produk berbasis tembakau ketiga terbesar di Jepang.

Selain melek teknologi, budaya sebagai masyarakat kolektif juga menjadi faktor pendorong keberhasilan penerapan PDB tembakau di negara tersebut.

Orientasi terhadap kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, misalnya, menjadi landasan dalam memperbaiki sistem kesehatan publik terkait konsumsi tembakau.

Penilaian ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif The Coalition of Asia Pacific Tobacco Harm Reduction Advocates (CAPHRA), Nancy Loucas.

“Intervensi kebijakan terhadap aspek kesehatan masyarakat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Penerapan PDB tembakau perlu memanfaatkan teknologi, serta melibatkan pihak swasta dan konsumen, agar biaya tersebut dapat ditekan,” tutup Harry. (ant/dil/jpnn)

Para aktivis pengurangan dampak buruk (PDB) tembakau menilai, kondisi ekonomi, politik, dan budaya tiap negara akan memengaruhi penerapan kebijakan PDB tembakau


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News