Ventilator Tengkurap

Ventilator Tengkurap
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Padahal dahak bervirus Corona itulah yang menyebabkan paru buntu --tidak bisa mengalirkan oksigen ke darah. Maka banyak pasien yang akhirnya dibiarkan meninggal tanpa diberi bantuan ventilator.

Baca Juga:

Bukan lagi soal kekurangan ventilator. Namun ventilator tidak banyak membantu --bahkan mempercepat kematian. Media di Amerika banyak memberitakan ini.

Apakah dengan demikian universitas-universitas di Indonesia yang lagi mengembangkan teknologi ventilator lokal harus berhenti menjelang finis?

Sekarang ini tidak hanya Masjid Salman ITB yang mengembangkan ventilator: Vent-I, tetapi juga ITS, Politeknik Surabaya, dan UGM. Pun sampai universitas di Sumbawa --Universitas Teknologi Sumbawa yang didirikan Dr Zulkieflimansyah jauh sebelum jadi gubernur NTB.

Lalu apakah pembuatan ventilator non-invasive seperti Vent-I tetap diperlukan?

"Harus!" tegas Dr. dr (dan banyak gelar lainnya) Ike Sri Rejeki dari Bandung.

Dr Ike adalah ahli anestesi dan perawatan intens. Dia mengepalai departemen itu di RS Hasan Sadikin. Juga mengepalai bidang studi itu di Universitas Padjadjaran.

Dr Ike juga pemimpin redaksi Jurnal Anestesi Perioperatif.

Ventilator kini memang jadi pembicaraan di media Barat. Banyak penderita Covid-19 yang ditolong dengan ventilator justru meninggal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News