Warga Asal Indonesia di Melbourne Anggap Pemerintah Setempat Gagal Tangani COVID-19

Dari tanggal 13 hingga 31 Mei, Victoria hanya mencatat 18 juta 'check-in', sementara aplikasi pelacakan kontak NSW memiliki 50,6 juta jumlah 'check-in'.
Sementara itu, aplikasi pelacakan kontak di Queensland mencatat 45 juta 'check-in' dari akhir Februari hingga bulan Mei.
Mulai hari ini (04/06), semua bisnis di Victoria harus memastikan pengunjungnya memindai kode QR pelacakan, agar tidak dijatuhkan hukuman denda mencapai A$1,652 (Rp18 juta).
Karena diberlakukannya 'lockdown', beberapa tempat seperti salon, bioskop, taman hiburan terpaksa harus tutup, dan jumlah orang di pasar swalayan pun dibatasi.
Akibatnya, kesempatan kerja pun hilang bagi beberapa warga Melbourne, khususnya para pekerja lepas atau kasual.
Meski termasuk dalam golongan 'essential worker' atau pekerja di sektor penting, Harry memiliki kekhawatiran lain terkait situasi warga lainnya di tengah 'lockdown'.
"Saya tetap kerja normal, kerja di lapangan, secara umum tidak terpengaruh baik secara income [pendapatan] atau pekerjaan," ujarnya kepada Natasya Salim dari ABC.
"Tapi kasihan mereka-mereka yang small business [memiliki bisnis kecil], kerja di hospitality [perhotelan], itu kasihan sekali," katanya.
Bagi sebagian warga Indonesia di Victoria, lockdown keempat membuka mata mereka akan kegagalan pemerintah setempat
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Dunia Hari Ini: Pakistan Tuding India Rencanakan Serangan Militer ke Negaranya
- Dunia Hari Ini: PM Terpilih Kanada Minta Waspadai Ancaman AS
- Dunia Hari Ini: Sebuah Mobil Tabrak Festival di Kanada, 11 Orang Tewas