Weekend

Oleh Dahlan Iskan

Weekend
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Seru. Semangat. Berkeringat. Berarti sehari kemarin itu saya menjalani senam dua kali: pagi di Surabaya, sore di Blitar.

Dengan keringat yang masih mengalir saya harus berdialog dengan sekitar 30 pengusaha kecil se-Blitar di desa itu. Saya tidak mau ceramah. Saya hanya mau dialog. Mereka lebih pintar dari saya: lebih tahu dunia nyata di lapisan bawah.

Benar saja. Enam orang yang saya minta naik panggung ternyata tergolong pengusaha kecil yang tangguh. Mereka bisa bercerita bagaimana harus eksis di tengah pandemi. Bagaimana harus bangkit setelah ditipu orang. Bagaimana harus cari akal ketika perizinan yang dia hadapi begitu sulit.

Magrib pun tiba. Hujan mulai turun. Saya harus segera menuju desa lain: 20 Km dari Kampung Cokelat: berdialog dengan guru-guru madrasah.

Dalam perjalanan 20 Km itulah naskah ini saya tulis. Seadanya. Kalau tidak layak dibaca, ya, jangan dibaca. Tidak ada lagi waktu menulis. Setelah dialog dengan guru-guru itu pun saya masih dijadwalkan ke desa lain lagi: untuk hadir di Lailatul Ijtimak di situ. Yang diadakan oleh pengurus ranting Nahdlatul Ulama desa itu.

"Yang di atas biar saja ramai bertempur di Muktamar NU. Yang di ranting harus tetap membumikan NU," ujar pengurus ranting itu.

Akhirnya perjalanan 20 Km ini selesai. Saya tiba di tempat dialog dengan guru. Maka saya akhiri tulisan ini. Di sini.

Tidak ada lagi waktu menambahkannya nanti. Admin Disway sudah memberi peringatan: jangan sampai tulisan telat. Terutama juga karena akan terbit di edisi cetak.

Sudah lebih 20 tahun Dahlan Iskan tidak ke makam Bung Karno, sudah berubah total.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News