Zaytun Menara

Oleh: Dahlan Iskan

Zaytun Menara
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Saya tidak mau merusak rumput di lapangan bola. Kalau itu saya lakukan tim sepakbola Persebaya bisa dikutuk rumput, padahal tanpa dikutuk pun belum bisa jadi juara.

Baca Juga:

Di halaman depan stadion itulah kami senam dansa gaya Disway. Yang di sekelilingnya pepohonan jati. Yang dari sini bisa melihat menara masjid yang menjulang tinggi. Di kejauhan sana. Menara itu seperti menyembul dari dalam hutan jati.

Senam dansanya seru sekali. Tiga lagu pertama lagu mandarin. Maka lagu-lagu mandarin pun bergema keras di pesantren itu. Disertai gerakan pemanasan.

Di lagu berikutnya tiba-tiba sorak-sorai bergemuruh. Saya bingung mengapa para santri itu menjadi begitu antusias, bahkan jogetnya menjadi lebih seru.

"Ada apa?" bisik saya ke Nicky yang ikut jadi pelatih di atas panggung.

"Ini lagu kesukaan anak SMA, terutama pesantren," jawab Nicky yang memang masih belia dan jomblo itu.

"Judul lagunya apa?" bisik saya lagi. Saya hafal gerak senamnya tetapi banyak tidak tahu judul lagu.

"Aisyah," jawab Nicky.

Syekh Panji Gumilang, pendiri Al Zaytun, lantas membayangkan: semestinya negara bisa swasembada beras dengan sistem ini. Beda dikit.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News