Pakar: Indonesia Tak Hanya Akui Hukum Positif

Pakar: Indonesia Tak Hanya Akui Hukum Positif
ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - jpnn.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengingatkankan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahwa sistem hukum kita menganut plurarisme hukum. Ini artinya selain mengadosi hukum barat dimana kita mengambil hukum Eropa kontinental juga ada hukum-hukum lain yang berlaku seperti hukum adat dan hukum agama.

“Kita menganut plurarisme hukum. Jadi selain ada hukum posistif seperti UU yang berlaku di Eropa Kontinental seperti adanya pidana, perdata dan tata negara, tapi kita juga tidak menanggalkan hukum adat ataupun hukum agama. Plurarisme hukum itu mengakui berbagai macam kaidah dan keragaman norma yang berlaku ditengah masyarakat,” ujar Asep di Jakarta, Kamis (19/1).

Dia pun mencontohkan hukum-hukum adat ataupun agama yang masih berlaku dan diakui sebagai hukum seperti hukum perkawinan, hukum waris, hukum wakaf dan lain sebagainya. Banyak di antara hukum yang ada dalam agama itu seperti UU Zakat, UU Waris, UU Haji dan sebagainya diadopsi dari hukum yang bersumber dari agama yang dirujuk dari berbagai aturan agama yang ada mulai dari Alquran, Hadis dan Fatwa para ulama.

“UU itu ada yang spesifik diadopsi dari hukum agama seperti UU Waris, UU Zakat dan UU Haji.itu kita adopsi dari berbagai sumber hukum termasuk fatwa para ulama. Jadi jangan bingung menerepkan aturan karena bukan hanya hukum positif yang tertulis yang berlaku di Indonesia. Lihat saja di Bali, Aceh dan daerah-daerah lainnya yang menerapkan hukum adat atau agama,” tegasnya.

Dia pun memberikan contoh. Salah satu pasal dalam UU Konsumen mengatur soal kehalalan satu produk. ”Nah halal atau tidaknya satu produk juga perlu untuk melidungi rakyat yang beragama Islam dari mengkonsumsi makanan yang tidak halal. Ini pun diambil sekali lagi dari hukum Islam baik Alquran, Hadis maupun fatwa para ulama,” tambahnya.

Selain itu, menurutnya dalam penerapan hukum di Indonesia juga dilakukan pendekatan berdasarkan norma atau kaidah yang terdiri dari norma hukum, norma agama, norma kesusilaan atau kesopanan dan norma kebiasaan.

“Jadi kesimpulannya,Indonesia itu berlaku hukum yang hidup ditengah masyarakat atau living law, jadi tidak bisa dinafikan ada hukum agama yang berasal dari agama masing-masing,” katanya.

Karena itu, dirinya pun merasa aneh jika kemudian Kapolri mempertanyakan hal itu. Karena hukum bukan yang ada di UU saja.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengingatkankan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahwa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News