Rekan Pepi Dituntut Lima Tahun
Senin, 13 Februari 2012 – 19:41 WIB
JAKARTA—Selain membacakan rekuisitor (surat tuntutan) terdakwa dugaan teror Bom Buku, Pepi Fernando pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar sidang serupa untuk terdakwa Imam Firdaus dalam kasus bom Serpong. Namun tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Imam tak seberat tuntutan terhadap Pepi yang diancam hukuman penjara seumur hidup. Imam yang pernah bekerja di salah satu stasiun TV Swasta nasional ini dituntut lima tahun bui.
‘’Memohon kepada ketua majelis hakim agar terdakwa dijatuhkan hukuman selama lima tahun penjara dipotong masa tahanan,’’ kata JPU Teguh Suhendro dalam tuntutannya yang dibacakan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (13/2).
Baca Juga:
JPU menilai Imam terlibat dalam serangkaian aksi serangan teror bom buku dan bom Serpong bersama Pepi. Imam disebut menyembunyikan informasi adanya perbuatan tindak pidana terorisme yang dilakukan kelompoknya. Yakni, Imam telah mengetahui rencana serangan Bom Serpong namun tak melapor ke polisi.
Seperti diberitakan sebelumnya Imam disebut terlibat dalam percobaan pengeboman alur pipa gas Perusahaan Gas Negara di kawasan Gereja Christ Cathedral, Serpong Tangerang tahun lalu. Aksi percoboan bom ini disebut dilakukan oleh kelompok yang sama dengan pelaku teror bom buku yang dimulai 2010 lalu.(zul/jpnn)
JAKARTA—Selain membacakan rekuisitor (surat tuntutan) terdakwa dugaan teror Bom Buku, Pepi Fernando pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Partisipasi Festival Islam Kepulauan di Belanda, Kemenag Ulas Peran Penghulu di Era Modern
- Atasi Berbagai Tantangan Isu-isu Keberlanjutan Fungsi Lingkungan, RPP jadi Terobosan & Inovasi KLHK
- Bertemu Kepala Eksekutif Makau, Menaker Ida Bahas Penguatan Kerja Sama Ketenagakerjaan
- KPK Perlu Dalami Peran Samsudin Abdul Kadir di Kasus Jual Beli Jabatan Pemprov Malut
- Ikut Lestarikan Budaya, PermataBank Dukung Perayaan Adeging Mangkunegaran-267
- Soroti Kasus Korupsi Timah, PB Mathla’ul Anwar: Terlalu Banyak Mudarat