Transaksi di Pelabuhan Wajib Pakai Rupiah

Eksporter-Importer Masih Banyak Gunakan Dolar

Transaksi di Pelabuhan Wajib Pakai Rupiah
Transaksi di Pelabuhan Wajib Pakai Rupiah

jpnn.com - JAKARTA - Nilai tukar rupiah tertekan dari banyak sisi. Selain situasi politik yang memanas karena ketatnya persaingan pilpres, secara fundamental, neraca pembayaran masih belum jauh dari ancaman defisit.

Juga, meningkatnya kebutuhan valuta asing ditambah perilaku pengusaha ekspor-impor yang banyak menggunakan dolar untuk transaksi bisnis di pelabuhan.
 
Menko Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengatakan, pemerintah akan mewajibkan pelaku usaha sektor pelabuhan untuk menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksi.

"Kita kasih waktu tiga bulan untuk sosialisasi. Setelah itu, harus pakai rupiah," ujarnya di sela-sela kunjungan ke Pelabuhan Tanjung Priok kemarin (26/6). Penggunaan dolar dalam transaksi di dalam negeri melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
 
Menurut CT, yang akan dilakukan pemerintah saat ini adalah menegakkan aturan yang sudah ada dalam undang-undang. Karena itu, dia meminta Kementerian Perdagangan dan PT Pelindo II (Persero) untuk memberikan pemahaman kepada pelaku usaha agar secepatnya menggunakan rupiah. "Ini bukan hanya untuk Tanjung Priok, tapi juga pelabuhan di seluruh Indonesia," katanya.
 
CT mengatakan, kewajiban penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi diharapkan bisa mengurangi permintaan USD. Dengan turunnya permintaan dolar AS, tekanan terhadap rupiah diharapkan bisa berkurang. "Harapan kita, nilai tukar rupiah bisa stabil," ucapnya.
 
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono menambahkan, selama ini ada beberapa transaksi di pelabuhan yang banyak menggunakan USD.

Misalnya, inland haulage charges (IHC) atau biaya pemindahan kontainer dari pelabuhan ke terminal darat serta terminal handling charges (THC) atau biaya pemilik terminal untuk memindahkan barang mereka, termasuk operasional dan perawatan. "Bahkan, kalau di Tanjung Priok, IHC dan THC ini hampir 100 persen pakai dolar (AS)," ucapnya.
 
Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia (BI) menunjukkan, rupiah kemarin (26/6) ditutup di level Rp 12.091 per USD, melemah 64 poin bila dibandingkan dengan penutupan Rabu (25/6) yang di posisi Rp 12.027 per USD. Itu merupakan pelemahan dalam lima hari perdagangan berturut-turut sejak akhir pekan lalu.  
 
Banyaknya pelaku usaha yang bertransaksi dalam USD juga sudah dikeluhkan Gubernur BI Agus Martowardojo. Menurut dia, pelaksanaan Undang-Undang Mata Uang yang mewajibkan seluruh transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah tidak efektif karena kurangnya penegakan hukum.

"Karena itu, ini butuh political will pemerintah dan DPR untuk lebih tegas dalam pelaksanaan undang-undang," ujarnya.
 
Agus menyebutkan, selain transaksi di sektor pelabuhan, masih banyak juga pelaku usaha di industri kimia yang mematok harga dalam USD sehingga transaksi pun dilakukan dengan mata uang USD.

Akibatnya, ketika transaksi dalam satu waktu dilakukan dalam jumlah besar, kebutuhan USD melonjak. "Ini juga yang menjadi salah satu penyebab melemahnya rupiah," katanya. (owi/wan/c10/sof)


JAKARTA - Nilai tukar rupiah tertekan dari banyak sisi. Selain situasi politik yang memanas karena ketatnya persaingan pilpres, secara fundamental,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News