Pergub DKI Nomor 232/2015: Upaya Membungkam Para Pendemo?

Pergub DKI Nomor 232/2015: Upaya Membungkam Para Pendemo?
ILUSTRASI. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka. Pergub itu diubah dengan Pergub Nomor 232 Tahun 2015.

Dalam Pergub Nomor 232/2015, antara lain mengatur mengenai batas maksimal tingkat kebisingan penggunaan pengeras suara sebesar 60 desibel. Hal ini dikritik oleh Ketua Konfederasi Pergerakan Rakyat DKI Jakarta Rio Ayudhia Putra.

“Yang 60 desibel ini sudah tahu belum kekuatannya? 60 desibel itu kayak saya ngomong sama Anda di dalam rumah. Ini mau demo atau ngetweet di Twitter? Atau mau ngobrol di warung kopi?” kata Rio dalam rapat pembahasan Pergub Unjuk Rasa di ruang rapat Komisi A DPRD DKI, Jakarta, Selasa (10/11).

Rio menjelaskan, mobil di jalan raya saja kekuatan suaranya mencapai 90-100 desibel. Karena itu, menurut dia, aturan soal penggunaan pengeras suara sebesar 60 desibel sama saja membungkam orang bicara.

“Sama saja demo itu tutup mulut, bisik-bisik tetangga kita demo. Bayangkan 60 desibel samak kayak orang ngomong,” ucap Rio. 

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Ratiyono menjelaskan aturan pengeras suara sebesar 60 desibel sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 551 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta.

Ia mencontohkan untuk lingkungan rumah besarnya 55 desibel, perdagangan dan jasa 70 desibel, ruang terbuka hijau 60 desibel serta pemerintahan dan fasilitas umum 60 desibel. “Kami dasarnya tidak mengada-ada,” ungkap Ratiyono.(gil/jpnn)


JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News