Pasar Potensial, Kemenpar Promosi BVK di Selandia Baru

Pasar Potensial, Kemenpar Promosi BVK di Selandia Baru
I Gde Pitana. Foto: Indopos/JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Siapa tak kenal, maka tak sayang. Orang tak mungkin membeli produk kita, jika mereka tidak pernah mendengarnya. Promosi menjadi bagian yang amat vital. Itulah yang kini dilakukan Kementerian Pariwisata di Auckland International Cultural Festival 2016, acara tahunan yang sudah eksis sejak 16 tahun yang lalu. 

“Di sana kami tidak hanya promosi budaya dan destinasi baru. Kami juga promosikan kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK),” terang I Gde Pitana, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata, Sabtu (20/3).

Mengapa tema promosinya bebas BVK? Bukankah negeri Kiwi itu sudah masuk dalam salah satu daftar negara yang Bebas Visa Kunjungan ke Indonesia? Kebijakan  yang memungkinkan wisatawan mancanegara (wisman) asal Selandia Baru lebih mudah berwisata? “Iya, tapi, jumlah kunjungan wismannya masih terlalu kecil,” jelas Pitana.

Saat ini, Selandia Baru masih dianggap sebagai pasar potensial. Belum pasar utama. Target pasar Selandia Baru masih menyatu dengan Australia. Sekedar gambaran, pada 2015, wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia mencapai 1.026.239 orang. Mimpi Pitana, setelah promosi gencar soal BVK, pada 2016 Kemenpar bisa

meningkatkan angka kunjungan hingga 1.400.000 orang.

"Selandia Baru adalah negara yang maju dengan kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Jumlah outbond-nya melebihi jumlah penduduk, tetapi yang ke Indonesia baru sekitar 33.000 orang. Jadi kita sedang berusaha menarik mereka untuk berkunjung ke Indonesia," kata Pitana.

Saat ini, PP No 21 Tahun 2016 tentang tambahan BVK yang baru sudah diteken Presiden Joko Widodo, untuk 169 negara sejak 2 Maret 2016. Termasuk di dalamnya Selandia Baru. Kebijakan ini telah secara resmi memiliki payung hukum, karena itu tinggal diimplementasi di lapangan. “Dan promosi ke negara-negara BVK itu,” jelasnya.  

Rencana promosi BVK itu langsung direspon Asnawi Bahar, Ketua Umum Asosiasi Biro Pariwisata Indonesia (ASITA). Menurutnya, ini gebrakan cerdas. Action yang diyakini bisa langsung berimbas pada peningkatan sumber devisa negara. “Ini bisa memberi efek positif dalam banyak hal, tenaga kerja, aspek turisme, kebudayaan dan seni, kuliner, perhotelan dan restoran atau akomodasi, transportasi dan lain sebagainya,” terang Asnawi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News