100 Tahun Gayung

100 Tahun Gayung
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Begitu lulus SD, ia ke Jakarta. Ikut tetangga. Kerja apa saja. Mulai kuli bangunan sampai tukang kebun. Akhirnya bisa dekat dengan Presiden Soeharto.

Giyanto sendiri yang memilih lakon Pandu Swargo itu. Pandu adalah raja Astina Raya –sebelum ada negara Amarta. Ia ayahanda Pandawa Lima (Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa). 

Pandu mati muda dan masuk neraka. Itu karena tindakan sang raja yang berlebihan: ketika sudah punya anak tiga (dari Dewi Kunthi), ia jatuh cinta lagi. Habis-habisan. Pada cewek cantik bernama Dewi Madrim. 

Pandu selalu menuruti keinginan pacar baru itu. Madrim memang menetapkan syarat: mau dikawini Pandu asal bulan madu mereka bisa naik kendaraan rajanya dewa, Batara Guru. Yakni, Lembu Andini, berupa sapi putih.

Pandu jadi radikal. Melawan dewa. Merebut kendaraan itu. Berhasil. 

Begitu Madrim punya anak kembar, Nakula-Sadewa, Pandu dan Madrim harus membayar keradikalan tersebut: mati. Dan langsung masuk neraka. 

Pandawa pun mendengar itu. Jasa Pandu mereka rasakan terlalu besar bagi negara. Anak-anak itu pun ingin memindah sang ayah ke surga. Lewat pengorbanan apa saja. Berhasil.

Apakah kini Pak Harto sudah berhasil pindah ke surga? Setelah 22 tahun di neraka reformasi? 

Dua tahun setelah Ibu Tien wafat, Giyanto mengalami apa yang tidak ia sangka: bisa masuk kamar tidur Presiden Soeharto.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News