1.000 Kali Ganti Kurikulum, Kalau Guru Enggak Mampu, Tetap Anak-Anak Bakal Stres

1.000 Kali Ganti Kurikulum, Kalau Guru Enggak Mampu, Tetap Anak-Anak Bakal Stres
Pengamat dan Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji. Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan praktisi pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji menilai, rencana membuat kurikulum darurat COVID-19 hanya buang-buang anggaran.

Apalagi di tengah krisis ekonomi seperti sekarang, tidak layak bila segelintir orang ngotot membuat kurikulum baru meski status darurat

"Lagi krisis begini kok mau bikin kurikulum baru. Enggak usah 'ngeproyeklah'. Kita belum butuh kurikulum darurat COVID-19," kata Indra kepada JPNN.com, Selasa (5/5).

Dia mengungkapkan, untuk membuat kurikulum baru harus butuh dana triliiun rupiah. Itupun waktunya panjang.

"Biasanya untuk penyusunan kurikulum reguler makan duit triliunan rupiah. Apalagi kalau mau express supercepat. Kilat kan lebih mahal daripada reguler," ucapnya.

Indra menegaskan, masalah yang terjadi sekarang dalam pembelajaran jarak jauh, ada di guru. Bukan kurikulumnya.

Sebagus apa pun kurikulumnya, kalau kualitas gurunya rendah, tidak akan jalan.

"Alasan buat kurikulum darurat COVID-19 agar siswa tidak stres, itu enggak masuk akal. Sebab, problemnya bukan di kurikulumnya, tetapi di gurunya. Kalau masih ada yang ngotot buat kurikulum baru, itu patut dipertanyakan tujuan sebenarnya. Bisa juga mereka tidak benar-benar memahami problemanya," tuturnya.

Indra menilai tak perlu ganti kurikulum atau membuat yang versi darurat, karena menurut dia masalahnya adalah kualitas guru.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News