12 Tahun Keliling Dunia, Reza Budi Sumali Banting Setir Jadi Dosen di Singapura

12 Tahun Keliling Dunia, Reza Budi Sumali Banting Setir Jadi Dosen di Singapura
KERASAN: Reza Budi Sumali di tempat praktik kampusnya, Management Development Institute of Singapore (MDIS).(Hilmi Setiawan/Jawa Pos)

jpnn.com - Kiprah WNI yang bekerja di negeri tetangga kerap dipandang sebelah mata. Umumnya mengira pekerjaannya kasar dan rendah. Tapi, anggapan itu tidak berlaku bagi Reza Budi Sumali, warga Semarang yang kini menjadi dosen di Management Development Institute of Singapore (MDIS). Berikut catatan wartawan Jawa Pos M. HILMI SETIAWAN yang menemui Reza di kantornya beberapa waktu lalu.

SUASANA ruang praktik Jurusan Tourism and Hospitality (Pariwisata dan Perhotelan) MDIS, Stirling Road, Singapura, Sabtu (7/3) begitu berwarna. Ruangan itu tak berkesan seperti tempat perkuliahan pada umumnya. Kelas di kampus swasta tertua di Singapura tersebut justru tampak seperti miniatur hotel. Ada front office, meja bartender, tempat makan dan minum, hingga ruang tidur khas kamar hotel.

Saat itu bertepatan dengan Open House MDIS 2015. Kampus menyelenggarakan lomba bartender. Para mahasiswa beradu keterampilan meramu aneka minuman dengan buah-buahan yang disediakan panitia. Mereka didampingi beberapa dosen pembimbing. Salah seorang di antaranya bernama Reza Budi Sumali.

Dari namanya, kedengarannya memang tidak asing di telinga orang Indonesia. Dia memang bukan warga Singapura, melainkan pria kelahiran Semarang, 29 Februari 1976. Reza menjadi dosen di MDIS sejak 2008.

Sebelumnya, selama 12 tahun, Reza malang melintang dari hotel ke hotel di sejumlah negara. Setamat kuliah diploma jurusan pariwisata dan perhotelan, dia diterima di Hotel Hilton Kensington, Inggris (1995). Tapi, tak berapa lama dia pindah ke Regency Hyatt Chicago, AS (1996); Grand Hyatt Melbourne (1998–1999); Shangri-La Beijing dan Guangzhou, Tiongkok (2004–2007); hingga terakhir di Shangri-La Singapura (2007). Sementara hotel di Indonesia yang pernah menggunakan tenaga dan pikirannya adalah The Equatorial Hotel dan The Gran Melia, keduanya berada di Jakarta.

Dengan ramah, alumnus Le Cordon Bleu, Paris, itu menceritakan kisah perjalanan hidupnya yang banyak dihabiskan di luar negeri. ”Dari sekian lama perjalanan pekerjaan saya dari hotel ke hotel itu, yang paling lama di Grand Hyatt Melbourne. Sekitar dua tahun,” katanya.

Dan, setelah 12 tahun ”keliling dunia” itu, Reza akhirnya memutuskan banting setir menjadi dosen di MDIS. Mengapa? Ternyata persoalannya sepele. Dia ingin merasakan libur di akhir pekan, Sabtu dan Minggu. Sebab, selama 12 tahun bekerja di hotel-hotel mewah tersebut, dia mengaku tidak bisa merasakan libur reguler seperti halnya pekerja di bidang yang lain. Sebaliknya, pada weekend itu pekerjaannya justru bertambah banyak. Sebab, tamu hotel biasanya juga lebih ramai daripada hari-hari biasa. ”Saat itulah saya sering berpikir bagaimana bisa merasakan liburan di akhir pekan,” ujar lulusan Royal Melbourne Institute of Technology tersebut.

Sambil terus memendam rasa ingin libur setiap Sabtu dan Minggu, Reza melamar pekerjaan di kampus MDIS dan sebuah kampus swasta lainnya. Awalnya dia tidak mengarahkan lamarannya menjadi staf pengajar di kampus itu. ”Dua-duanya saya lamar. Dan dua-duanya memanggil saya untuk wawancara,” kenangnya.

Kiprah WNI yang bekerja di negeri tetangga kerap dipandang sebelah mata. Umumnya mengira pekerjaannya kasar dan rendah. Tapi, anggapan itu tidak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News