2 Kepala Daerah di Jatim Terkena OTT KPK, Pengamat: Pengabdian Pejabat Publik Masih Rendah

2 Kepala Daerah di Jatim Terkena OTT KPK, Pengamat: Pengabdian Pejabat Publik Masih Rendah
Peneliti senior SSC Surokim Abdussalam. Foto: Arry Saputra/JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Di Jawa Timur hampir setahun dua kepala daerahnya, yakni Bupati Nganjuk dan Probolinggo tersandung tindak pidana korupsi jual beli jabatan kepala dan perangkat desa.

Menanggapi itu, Pengamat Politik Trunojoyo, Madura Surokim Abdus Salam menyebut bahwa jual beli jabatan merupakan salah satu godaan yang sering dialami kepala daerah.

Iming-iming itu akan mudah mempengaruhi pejabat publik yang kesadaran mengabdinya masih cukup rendah. 

"Belum adanya kesadaran untuk menjaga ruang pengabdian publik dan masih mudah tergoda dengan jual beli kekuasaan," kata dia, Selasa (31/8).

Menurut dia, kesadaran pejabat publik menjaga kehormatan atas amanah jabatannya masih minim dan lips service.

Mayoritas masih belum sampai tahap aksi untuk bisa memuliakan dan menjaga kehormatan kedudukannya. 

Alasan itu yang membuat pejabat publik masih mudah tergoda menggunakan jabatannya untuk memperkaya materi.

"Situasi ini jelas menyedihkan, etika jabatan masih belum terinternalisasi dalam sanubari pejabat publik. Ini menunjukkan mereka masih banyak yang belum lulus ujian kehormatan sehingga jebol pertahanan untuk memuliakannya," ujar dia.

Banyaknya OTT yang dilakukan KPK juga belum bisa merefleksi pejabat publik.

Untuk kasus Probolinggo, menurutnya ada faktor kekuasaan yang terlalu lama.

"Kuasa absolute tadi menjadi mudah corrupt, tidak lagi ada pertahanan seolah-olah publik tidak akan mengawasinya karena kekuasaan yang sangat-sangat absolute tadi," jelasnya.

Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari sudah menjabat selama dua periode meneruskan suaminya Hasan Aminuddin yang sebelumnya juga dua kali menjadi pemimpin daerah di sana. 

Hasan yang saat ini sebagai anggota DPR RI Fraksi Nasdem itu juga ikut diciduk KPK bersama dengan istrinya.

Peneliti senior Survey Center (SSC) di Surabaya itu mengatakan bawah publik harus menyadari bahwa kekuasaan patut dibatasi. Artinya tidak boleh turun temurun meski absah dalam Pemilu.

"Politik dinasti berpotensi memelihara politik kroni dan melemahkan fungsinya. Kekuasaan cenderung menjadi transaksional dan dilakukan dengan sesukanya ugal-ugalan seolah publik tidak ada," pungkas Surokim. (mcr12/jpnn)



Video Terpopuler Hari ini:

Iming-iming jual beli jabatan mudah mempengaruhi pejabat publik yang kesadaran mengabdinya masih cukup rendah


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Arry Saputra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News