20 Tahun Bom Bali, Korban Bicara soal Trauma yang Belum Hilang

20 Tahun Bom Bali, Korban Bicara soal Trauma yang Belum Hilang
Wina bersama ibunya Nyoman Rencini dengan foto ayahnya Ketut Sumerawat. (Koleksi pribadi)

Sekarang di usia 25 tahun, Wina yang kini bekerja di salah satu rumah sakit hewan di Denpasar ini mengaku pandangannya berubah terhadap para pelaku bom Bali tersebut.

"Saya mulai menerima. Mungkin ini semua sudah seharusnya terjadi, dan saya mulai memaafkan pelakunya."

"Mereka yang melakukannya juga memiliki keluarga dan saya yakin hukuman apa pun yang dijatuhkan terhadap pelakunya akan juga memengaruhi keluarga, mereka pasti juga dalam tekanan."

Tiga hari menunggu ayah pulang

Berbeda dengan Wina, Ni Wayan Limna Rarasanti kehilangan ayahnya ketika dia berusia 12 tahun, sehingga ia masih memiliki ingatan akan sang ayah, I Wayan Sujana, yang saat itu bekerja sebagai petugas keamanan di Sari Club.

"Yang paling berkesan adalah saya dulu suka dibawa ayah jalan-jalan naik motor ke mana-mana," katanya kepada ABC Indonesia.

"Dan yang paling menyedihkan [setelah peristiwa itu]  adik saya sempat menunggu ayah pulang di pinggir jalan dekat rumah selama tiga hari."

Jasad ayahnya tidak pernah ditemukan secara utuh dan hanya setelah adanya bantuan pencarian lewat penelusuran DNA, akhirnya beberapa bagian tubuh ayah Limna ditemukan di rumah sakit.

Saat itu Limna mengatakan ia tidak paham mengapa para pelaku melakukan tindakan pengeboman tersebut.

Kadek Wina Pawani masih berusia lima tahun ketika ayahnya, Kadek Sumerawat, yang bekerja sebagai pengemudi menjadi salah satu korban bom Bali tahun 2002.

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News