2030, Pulau Sadau Tenggelam
Jumat, 14 Oktober 2011 – 09:09 WIB
Untuk wilayah timur, Djoko dan timnya menyarankan sejumlah metode penanganan dampak yang jauh lebih murah dan ramah lingkungan. “Kalau yang timur kan, seperti kita lihat saat ini dibuat beton penahan abrasi. Itu bagus tapi mahal, kasihan anggaran Tarakan banyak tersedot ke situ. Rekomendasi kita, antisipasinya bisa dengan mengenali lebih dulu karakteristik arus dan ombak secara spesifik, digabungkan dengan pengelolaan vegetasi habitat asli yang sudah ada seperti cemara pantai,” urainya.
Baca Juga:
“Langkahnya, mengembalikan vegetasi aslinya, diikuti dengan penempatan break water. Itu kombinasi yang lebih murah,” tambahnya.
Rekomendasi tersebut juga berdasarkan adanya sejumlah skenario kejadian alam yang diakibatkan perubahan iklim. Skenario pertama, dengan memperhitungkan perkiraan naiknya muka air laut hingga 15 sentimeter pada tahun 2030. Skenario kedua, yakni skenario pertama ditambah dengan prediksi kejadian La Nina dan gelombang ekstrem yang akan bertambah. Dan, skenario terakhir yakni skenario pertama dan kedua ditambah perhitungan terjadinya pasang tertinggi.
“Kalau bicara konsep didalam adaptasi perubahan iklim-kenaikan muka air laut, maka memang harus dibangun seawall tapi itu mahal. Lalu, akomodasi atau menyesuaikan pembangunan fisik yang ada diatas daratan dimaksud. Konsep ketiga, relokasi,” tandasnya.
TARAKAN – Hasil kajian dan prioritisasi adaptasi perubahan iklim oleh tim saintifik Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Sriwijaya
BERITA TERKAIT
- Begini Kronologi Kecelakaan Ambulans dan Truk Gandeng di Tol Batang-Semarang
- Jaksa Beberkan Peran Sentral Eks Bupati Kuansing Dalam Kasus Korupsi Rp 22,6 Miliar
- Ani Sofian Melantik 850 PPPK Pemkot Pontianak, Ini Pesannya
- Rahima Istri Mantan Gubernur Jambi Dituntut 4 Tahun 5 Bulan Penjara
- Eks Bupati Kuansing Sukarmis Ditahan Jaksa terkait Korupsi Rp 22,6 Miliar
- Kementan Mengevaluasi Upsus Antisipasi Darurat Pangan di Kalimantan Selatan