24 Tahun Reformasi, Hemi: Ada Gelagat Membungkam Kebebasan Berpendapat

24 Tahun Reformasi, Hemi: Ada Gelagat Membungkam Kebebasan Berpendapat
Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Hemi Lavour Febrinandez. Foto: Dokumentasi pribadi for JPNN

“Tren berulang seperti ini sebenarnya menjadi pertanda buruk bagi demokrasi dalam konteks perlindungan terhadap hak untuk berpendapat, cita kemerdekaan dan reformasi yang mencoba untuk membuat Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis hanya sekadar menjadi slogan kosong,” ujar Hemi.

Pada periode awal pascareformasi tahun 1998 terdapat beragam agenda besar demokratisasi dalam pelbagai sektor kehidupan bernegara, seperti hukum, ekonomi, dan politik.

“Harapan awalnya agar reformasi mampu menjadi pengubah wajah negara yang otoriter pada masa Orde Baru agar mampu menjadi lebih demokratis,” ungkap Hemi.

Hemi menyayangkan semangat baik reformasi yang dibangun untuk melahirkan negara yang memenuhi setiap hak warga negaranya malah tercoreng oleh tindakan buruk dari segelintir orang.

Seharusnya setelah 24 tahun pascareformasi, komitmen negara atas demokrasi akan menjadi makin kuat. Namun, pada kenyataannya hal tersebut hanya sekadar harapan semata.

“Jangan sampai ucapan komitmen atas demokrasi hanya menjadi pemanis mulut untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat. Hal tersebut harus dibuktikan melalui tindakan nyata, seperti menghadirkan produk hukum yang benar-benar dibutuhkan dan tanpa mencederai hak-hak masyarakat,” pungkas Hemi.(fri/jpnn)

Hemi menilai demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran khususnya dalam hal kebebasan berpendapat meskipun reformasi telah berjalan 24 tahun.


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News