3 Hal Menarik dari Pidato Politik Kaesang, yang Berjiwa Muda Harus Tahu
jpnn.com - JAKARTA - "Tidak ada bantahan sama sekali mengenai hubungan darah Kaesang dengan Jokowi. Ini adalah kemewahan atau modal politik yang unik pada Kaesang."
Itu twit pengamat politik dari UI, yang juga peneliti dari SMRC Saidiman Ahmad di X pada akun saidiman.
Menurut Saidiman, pandangan itu sah saja menjadi perdebatan atau omongan setelah Kaesang Pangarep, pria berusia 28 tahun itu didaulat menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI.
"Kaesang didaulat menjadi ketua umum. Itu adalah keputusan yang relatif sangat cepat. Salah satu reaksi yang banyak datang setelah itu adalah menganggap pengangkatan Kaesang itu terkait statusnya sebagai anak presiden," tutur Saidiman.
"Hanya Kaesang, Gibran, Kahiyang, AHY, Ibas, Yenny, Puan, Tommy, Mega, dan beberapa orang lain yang merupakan anak presiden. Tidak banyak orang yang merupakan anak presiden. Memang begitulah adanya. Tidak bisa diapa-apain lagi. Takdir alam semesta," imbuhnya.
Menurut Saidiman, pandangan bahwa Kaesang hanyalah seorang bocah cilik, bocah ingusan dalam lanskap politik, atau dipertimbangkan semata karena ikatan darah dengan presiden itu cenderung merendahkan.
"Pandangan itu menganggap seolah-olah Kaesang tidak memiliki kualitas lain selain sebagai anak biologis presiden. Jauh sebelum Kaesang bergabung dan menjadi ketua umum PSI, dia sudah menarik perhatian publik," tutur Saidiman.
Dia membeberkan, pada usia belia Kaesang sudah membangun usaha mandiri, tampil sebagai sosok khas anak muda dengan banyak ide.
Kaesang Pangarep memanggil audiens PSI bukan hanya bro and sis, tetapi juga akang dan teteh, juga uni dan uda.
- Kaesang Belum Cukup Umur Maju Pemilihan Gubernur
- Grace Natalie PSI Dapat Tugas dari Presiden Jokowi di Pemerintahan
- Simak, Komentar Jokowi Soal Wacana Kaesang Maju Pilkada Bekasi
- Pilkada 2024: Kaesang Masuk Bursa Calon Wali Kota Bekasi
- Kaesang Effect: Proporsi PSI Tertinggi dalam Memenangkan Prabowo-Gibran
- Menggagas Masa Depan: Kaesang, Generasi Muda, dan Demokrasi Pasca-Pemilu