70% Kebutuhan Alkes Masih Impor, ITB dan SCNP Hadirkan AKD Pertama untuk Jantung

70% Kebutuhan Alkes Masih Impor, ITB dan SCNP Hadirkan AKD Pertama untuk Jantung
Sebanyak 70% kebutuhan alkes masih impor, ITB dan SCNP hadirkan NIVA Sebagai AKD pertama untuk jantung. Foto: Kemenkes

jpnn.com, BOGOR - Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2023, menyebutkan bahwa industri farmasi dan alat kesehatan di tanah air masih mengalami ketergantungan pada negara lain, mulai dari bahan baku hingga teknologi.

Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalucia, mengatakan pemerintah berkomitmen melaksanakan transformasi kesehatan.

"Upaya itu dengan 6 pilar, yakni  transformasi layanan primer, layanan rujukan, Sumber Daya Manusia (SDM), ketahanan kesehatan, pembiayaan dan sistem digital," ujar Lucia pada Seminar Kesehatan Penyakit Kardiovaskular dan Stroke yang dilaksanakan di RS PMI, Bogor, Kamis (7/12).

Menurut dia, kebutuhan alat kesehatan juga bisa tumbuh sekitar 12% di 2023. Kondisi pertumbuhan ini justru masih menghadapi tantangan dari suplai alat kesehatan.

Lucia mengatakan 70% alat kesehatan di Indonesia, merupakan produk impor. Di sisi lain investasi negara dari APBN untuk riset kesehatan masih rendah hanya 0,2 persen dari APBN.

Melihat kebutuhan alkes yang cukup tinggi dan masih didominasi oleh impor, STEI-ITB dan PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) berkolaborasi melakukan riset dan pengembangan AKD, yaitu Non-Invasive Vascular Analyzer ( NIVA).

Dokter senior spesialis jantung, dr. Jetty H Sedyawan mengatakan, peraturan pemerintah impor alat kesehatan sudah tidak boleh, dan saat ini sudah 42,6 persen.

Menurutnya, produk NIVA sudah masuk ke dalam E-katalog kementerian kesehatan sehingga sudah bisa dibeli oleh rumah sakit milik pemerintah.

Sebanyak 70% kebutuhan alkes masih impor, ITB dan SCNP hadirkan NIVA Sebagai AKD pertama untuk jantung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News