8 Parpol Tolak Sistem Proporsional Tertutup, Titi Perludem Merespons Begini
Calon legislatif (caleg) yang terpilih bakal jarang turun bersosialisasi, menyapa dan menyalami masyarakat secara langsung.
Sebab caleg yang terpilih bertanggung jawab langsung kepada partai bukan konstituen.
“Sumber kekuasaan bukan daulat 'rakyat', tetapi daulat 'elite' parpol,” terangnya.
Selain itu, sistem proporsional tertutup juga cenderung membuat caleg tidak mau bekerja keras untuk mengkampanyekan dirinya dan partai.
“Sebab mereka percaya yang bakal dipilih adalah caleg prioritas nomor urut satu, bukan basis suara terbanyak, itu artinya menurunkan persaingan antar kader internal caleg," tambahnya.
CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting itu menambahkan sistem proporsional tertutup cenderung kurang sesuai untuk partai baru dan partai kecil yang belum terlalu dikenal.
Sistem itu juga belum cocok untuk partai populis yang belum kuat dan belum tumbuh secara merata sistem kaderisasinya. Selain itu, akan membuat penguatan oligarki di internal partai politik dan memungkinkan adanya pengutamaan kelompok dan golongan tertentu.
"Proporsional tertutup dikhawatirkan seperti memilih kucing dalam karung, pemilih banyak enggak kenal dengan daftar list nama calegnya. Sebab pemilih tidak merasa dekat dengan pemilihnya," ungkapnya.
Delapan partai politik menggelar konsolidasi terkait pernyataan sikap menolak sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Titi Perludem merespons begini.
- Kuasai 18 Persen Kursi DPR, Golkar Berjaya di Kepemimpinan Airlangga
- Bamsoet Tegaskan Tidak Ada Pernyataan Sepakat Presiden Dipilih MPR
- Pengamat Anggap Tak Ada yang Salah Dari Sistem Pemilihan Presiden Langsung
- Bahas Kerja Sama Ekonomi, Airlangga Temui 3 Pimpinan Tertinggi Singapura
- Tolong Disimak, Elite PPP Berikan Pesan Penting untuk Kader
- KIC Rilis Nama-Nama Tokoh yang Maju di Pilkada 2024