94 Tahun Nahdlatul Ulama: Perempuan NU Menjawab Tantangan Zaman

94 Tahun Nahdlatul Ulama: Perempuan NU Menjawab Tantangan Zaman
Perempuan-perempuan di NU memiliki peranan penting dalam mengubah anggapan Muslim Indonesia yang konservatif. (Koleksi: Fatayat NU DIY)

Dalam perjalanannya selama 94 tahun, Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia terus berupaya mengembalikan identitas Muslim yang moderat dan toleran, meski kadang menimbulkan kontroversi.

Salah satu organisasi perempuan di NU, Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya, menandatangani kerja sama dengan Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, 23 Januari lalu.

Sebuah langkah yang belum tentu disetujui oleh Muslim lainnya dengan pemahaman LGBT sebagai hal terlarang dalam Islam.

Tapi, Fatayat NU DIY mengatakan kerja sama dalam bentuk mengirimkan guru agama perempuan, atau daiyah, kepada waria justru betujuan untuk "membimbing, meningkatkan keimanan, dan tidak melihat LGBT-nya".

"Kami melihat mereka ini adalah orang yang ingin belajar agama, terlepas dari orientasi seksual dan identitas gendernya, tetapi nggak ada yang mendampingi," kata Mustaghfiroh Rahayu, aktivis Fatayat DI Yogyakarta kepada ABC Indonesia

94 Tahun Nahdlatul Ulama: Perempuan NU Menjawab Tantangan Zaman Photo: Mustaghfiroh Rahayu adalah salah satu aktivis dan anggota Fatayat NU. (Koleksi pribadi)

 

Fatayat, bersama Muslimat NU, adalah dua organisasi gerakan perempuan NU yang masih eksis sampai sekarang.

Dari dua organisasi ini kemudian muncul gerakan perempuan lainnya di NU, seperti Jamiah Pengasuh Pesantren Putri dan Mubalighah (JP3M) dan Asosiasi Pondok Pesantren Putri NU.

Dalam perjalanannya selama 94 tahun, Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia terus berupaya mengembalikan identitas Muslim yang moderat dan toleran, meski kadang menimbulkan kontroversi

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News