94 Tahun Nahdlatul Ulama: Perempuan NU Menjawab Tantangan Zaman
Lily Wahid juga menggarisbawahi tugas perempuan NU dalam menjaga toleransi antarwarga, salah satunya melalui majelis taklim untuk mengingatkan masyarakat akan kemajemukan Indonesia.
"Dulu toleransi itu bukan sesuatu yang dibicarakan karena sudah inheren dalam masyarakat kita, tidak seperti sekarang," kata Lily.
"Karena itu aktivis perempuan punya tugas untuk meredam dan mengembalikan situasi ke masyarakat Indonesia yang sesungguhnya, yang tidak pernah mempersoalkan perbedaan," pungkasnya.
Diperlukan regenerasi perempuan NU di ranah politik
Sejarah telah mencatat bahwa dari sisi internal organisasi, tidak ada hambatan bagi pergerakan politik perempuan NU. Ini terlihat dari hasil Pemilihan Umum pertama tahun 1955.
Menduduki posisi ketiga setelah PNI dan Masyumi, NU berhasil merebut 45 kursi di parlemen, dan 5 di antaranya perempuan.
Photo: Perempuan-perempuan di NU memiliki peranan penting dalam mengubah anggapan Muslim Indonesia yang konservatif. (Koleksi: Fatayat NU DIY)
"Jadi dari politik, nggak pernah ada hambatan untuk perempuan NU, dan ini memperlihatkan NU lebih maju dan sebenarnya lebih siap," kata Lily Wahid.
Sayangnya, anak kelima pasangan KH. Abdul Wahid Hasyim dan Nyai Hj Sholehah ini menilai, saat ini sulit mendorong para aktivis terjun ke dunia politik.
Dalam perjalanannya selama 94 tahun, Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia terus berupaya mengembalikan identitas Muslim yang moderat dan toleran, meski kadang menimbulkan kontroversi
- WNI Didenda Hampir Rp100 Juta di Taiwan Gegara Bawa Daging Babi
- Sampah Saset: Masalah Besar Indonesia dalam Kemasan Kecil
- Rosan Roeslani, Sufmi Dasco, Hingga Wiranto Jadi Dewan Penasihat GP Ansor 2024-2029
- Dunia Hari Ini: Panggung Kampanye Meksiko Roboh, Sembilan Tewas
- Pemegang WHV Korban Kecelakaan Merasa Beruntung Biaya Perawatan Ditanggung Asuransi
- Akusara Production Wujudkan Konsep Inspiratif Bagi Perempuan di The House of W