94 vs 72

Oleh Dahlan Iskan

94 vs 72
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Ternyata sejarah tetap sejarah. Tiba-tiba Mahathir mengirim surat pengunduran diri ke Yang Di-Pertuan Agong Malaysia. Senin pagi-pagi lalu. Pemerintahan koalisi Pakatan Harapan pun bubar.

Namun parlemen tidak ikut bubar. Hanya saja tidak satu pun partai yang punya kursi mayoritas. Dengan demikian pasar sapi kini pindah ke parlemen.

Parlemen Malaysia terdiri dari 222 kursi. Kalau saja ada partai yang mendapat 112 kursi tidak perlu ada masalah. Tinggal partai itu menentukan siapa yang akan jadi perdana menteri berikutnya.

Pun partainya Anwar Ibrahim, Partai Keadilan Rakyat (PKR), hanya mendapat 40 kursi. Padahal Anwar adalah tokoh utama oposisi selama UMNO berkuasa.

Bahkan Anwar sudah oposisi sejak Mahathir masih berkuasa. Termasuk sampai harus keluar masuk penjara. Perolehan kursi kelompok Anwar itu kalah dibanding partai Tionghoa, Partai Aksi Demokrasi (DAP) --yang memperoleh 42 kursi.

UMNO sendiri di tengah badai kekalahan itu masih memperoleh 39 kursi --hanya selisih 1 kursi dari PKR. Hanya partai Tionghoa sekutu UMNO, MCA, yang disikat habis oleh DAP --tinggal memperoleh 2 kursi. Praktis semua suara Tionghoa boyongan ke DAP.

Saat Pemilu 2018 itu sendiri Anwar masih berstatus dipenjara. Tidak bisa ikut menjadi caleg. Ia perlu kekuatan tambahan untuk kali ini benar-benar bisa menumbangkan UMNO.

Anwar melihat, musuh lamanya, Mahathir, juga lagi sangat membenci UMNO. Mahathir pernah jadi mentornya --yang kemudian menjadi lawan politik utamanya.

Apa boleh buat. Demi mengalahkan musuh, musuhnya musuh pun bisa diajak menjadi teman --meski musuhnya musuh itu juga musuhnya sendiri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News